Selama ini tidak ada satu pun lembaga yang menyentuh proses perolehan kekayaan yang dimiliki seorang pejabat, walaupun jumlah kekayaannya tidak sebanding dengan jabatan atau pangkat yang disandangnya. Tidak juga KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara).
Meski calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) sudah menyerahkan daftar kekayaan, namun bukan berarti persoalan selesai. Pasalnya, sebagian besar menyerahkan data 2001. Selain itu, mereka juga tidak menjelaskan dari mana asal-usul uang miliaran rupiah tersebut.
Semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam kampanye dan dialog lainnya berteriak akan memberantas korupsi. Selain itu, mereka berikrar akan membangun pemerintahan yang bersih. Dalam bahasa sederhana, keterbukaan dan supremasi hukum akan dijunjung tinggi.
Para kandidat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ternyata tidak jujur dalam penggunaan dana kampanye. Karena terjadi disparitas signifikan antara dana kampanye yang dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kenyataan dana yang digunakan.
Keberangkatan rombongan anggota Komisi VIII DPR yang disertai istri ke Hongkong dan Korea Selatan dalam kaitan proses penjualan tanker raksasa atau Very Large Crude Carrier/VLCC milik Pertamina merupakan inisiatif anggota DPR. Pertamina mengaku menfasilitasi kunjungan itu supaya DPR sebagai lembaga legislatif dapat memperoleh informasi menyeluruh seputar tanker tersebut.
Wiranto berjanji akan menindak tegas para koruptor. Bila perlu dihukum mati. Jika dirinya pun terbukti melakukan tindak korupsi, Wiranto pun bersedia dihukum mati.
Capres Wiranto dikabarkan telah dibiayai oleh sejumlah konglomerat hitam yang telah merusak perekonomian negara dengan praktek korupsi. Namun kabar itu buru-buru ditepis oleh tim sukses Wiranto.
Cirebon- Melihat lambannya Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Cirebon dalam menangani kasus APBDgate membuat Indonesia Corruption Watch gerah. Lewat surat bernomor 90/SK/B/ICW/V/2004, LSM pimpinan Teten Masduki itu mendesak Kajari Suraini Dahlan SH untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengincar sejumlah skandal korupsi yang diduga menimbulkan kerugian negara miliaran.
BARANGKALI tidak ada kata yang tepat untuk melawan korupsi di negeri ini selain revolusi! Ini mengingat di era reformasi yang amanahnya membersihkan korupsi, kolusi, dan nepotisme, praktik haram itu justru makin merajalela, terutama pascaotonomi daerah. Jika pejabat Orde Baru butuh waktu satu dasawarsa dari 32 tahun rezim Soeharto untuk kaya dari hasil korupsi, di era reformasi ini pejabat negara, aparat hukum/birokrasi, atau politisi bermasalah di legislatif hanya butuh tiga tahun agar bisa hidup mewah dari hasil korupsi. Kalau mau kaya, jadilah politisi, ungkap Mochamad Basuki menuturkan pengalamannya selama ia menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya beberapa waktu lalu.