Telah berulang kali Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam menuai prestasi korupsi. Dari tahun ke tahun, prestasi korupsi ini cenderung meningkat. Kecenderungan ini dapat ditengok berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC), berturut-turut dengan indeks korupsi 7,31 (1995), 7,69 (1996), 8,67 (1997) dan 9,88 (1999). Namanya juga korupsi, pastilah prestasi ini bukan yang membanggakan tapi sungguh memalukan.
Di Tanah Air ini, ternyata korupsi telah menjadi tren dan gaya hidup. Banyak orang begitu nikmat dan enjoy melakukan korupsi. Sedemikian banyak manusia yang melakukan korupsi, dari pusat sampai daerah. Koruptor-koruptor ini terutama adalah manusia yang menduduki jabatan strategis dalam berbagai institusi negara dan pemerintahan, dari bawah sampai atas.
Perbincangan mengenai korupsi dari dulu hingga saat ini masih saja hangat dibicarakan orang. Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri perjalanan para pemimpin negara ini dalam upayanya memberantas korupsi, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru hingga 'Orde Reformasi'.
La`nat Allah `ala al-raasyi wa al-murtasyi.
(Hadis riwayat Bukhari-Muslim)
Ketakberdayaan hukum memberantas KKN di negara ini sepertinya telah menjadi fakta. Khususnya saat kasus korupsi kelas kakap yang mendapat perhatian luas tetap menggantung atau diselesaikan secara kontroversial.
Sebuah radio swasta baru-baru ini menyiarkan isu politik uang pada suatu pemilihan kepala daerah. Salah seorang yang diduga terlibat dengan enak berkata, Juru parkir saja menerima upah, masakan seseorang yang menaikkan orang lain menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dapat apa-apa. Lalu, dengan enak dia bercerita mengenai jumlah uang muka yang diterima dan jumlah uang lain setelah dua pejabat itu lulus uji publik. Gayanya benar-benar enak.
Tulisan ini terutama saya tujukan kepada para calon presiden yang, bila kelak terpilih, akan memimpin negara kita yang kini masih bergumul dengan keterpurukan akibat krisis multidimensi. Keinginan ini muncul saat mengikuti paparan beberapa calon presiden dalam acara di televisi tentang apa yang akan menjadi program utama mereka dalam usaha membawa bangsa ini ke luar dari situasi krisis.
Sekali lagi, kita ditunjukkan betapa sulitnya memberantas korupsi di negeri ini. Itulah yang bisa kita tangkap dari hasil ekspor hasil penelitian Transparency International Indonesia tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
AMIEN Rais, Ketua MPR sekaligus Ketua Umum DPP PAN melontarkan pendapat keras dan menggelitik untuk dikritisi. Pada peringatan Isra Mikraj di Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang, mengatakan, Buah reformasi hingga saat ini hanya berhasil memindahkan korupsi dari pusat ke daerah, sehingga kerugian negara dalam dua tahun terakhir nyaris sama dengan angka kerugian total selama 15 tahun di masa lalu.
Menurut Transparency International Indonesia, negara kita menduduki peringkat keenam sebagai negara terkorup dari 133 negara di dunia. Tingkat korupsi di Indonesia ternyata jauh lebih buruk dari negara tetangga seperti Papua Nugini dan dan Vietnam, dan tidak jauh berbeda dengan prestasi Bangladesh dan Myanmar.