Dua Tanker Pertamina Terjual US$184 Juta [14/06/04]
PT Pertamina (pesero) diam-diam telah menyetujui pemenang tender dua kapal tanker jenis very large crude carrier (VLCC) yang tengah dirakit di Korea Selatan. Harga yang disepakati untuk dua kapal tersebut US$184 juta atau lebih rendah dari harga dasar (floor price) senilai US$110 juta per unit.
Keterangan yang dihimpun Media dari kalangan perkapalan Pertamina di Jakarta, kemarin mengatakan dari tiga penawar paling potensial (shortlist bidder), perusahaan pelayaran Frontline Ltd dari Inggris dinilai konsultan tender penjualan VLCC Goldman Sachs sebagai penawar tertinggi.
Harga yang ditawarkan Frontline Ltd senilai US$184 juta untuk dua kapal itu akhirnya disepakati Pertamina. Pasalnya, harganya masih di atas harga pasar VLCC saat ini senilai US$90-94 juta.
Pesaing Frontline dalam penawaran penjualan VLCC ini, Essar Shipping Ltd dari India dan dan Overseas Shipholding Group Inc yang berbasis di New York, Amerika Serikat.
Pada awalnya, Pertamina akan mengumumkan tiga penawar potensial tertinggi dalam tender penjualan VLCC tersebut 9 Juni 2004, tetapi batal. Alasannya, karena ada kesibukan dari para direksi Pertamina dan nama pemenang tender akan diumumkan setelah perjanjian jual beli (sales and purchase agreement) diteken dalam minggu-minggu ini. Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone mengatakan, setelah SPA ditandatangani pemenang tender tersebut harus membayar 20% dari harga tanker yang disepakati.
Secara transparan
Tetapi, menurut Dirut Pertamina Ariffi Nawawi proses divestasi VLCC dilakukan secara transparan sebagai implementasi dari Good Corporate Governance dengan melibatkan Goldman Sachs. Penjualan VLCC ini dilakukan secara cash on delivery dan sistem jual putus. Harga jual yang disepakati juga harus berada di atas harga pasar yang berlaku.
Kini kedua kapal VLCC berbobot 260.000 DWT tersebut tengah dibangun di galangan Hyundai Heavy Industries Co Ltd, Ulsan, Korsel. Rencananya kapal pertama selesai Juli 2004 dan kedua September 2004.
Pertamina menargetkan meraih keuntungan US$40-50 juta dari harga kontrak kapal pada 27 Maret 2003 senilai US$65,4 juta per unit.
Hanya saja, menurut perhitungan Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SPPSI) dari penjualan kapal tersebut Pertamina dan negara dirugikan US$36 juta, karena kedua kapal VLCC tersebut harus terjual sedikitnya US$220 juta.
SPPSI menilai, jika ingin mendapatkan keuntungan dari penjualan VLCC, setidaknya harus terjual di atas floor price, yakni US$110 juta. Harga pasar ini juga sekaligus sebagai harga dasar (floor price) dari penjualan kapal VLCC ini. Sebab, faktor manfaat ekonomi dan keuntungan operasional dari kapal ini harus dihitung di muka.
Dengan mengacu pada kajian konsultan independen Japan Marine Science Inc, keuntungan investasi (return on invesment/ROI) kapal VLCC ini 11,83% dari harga pasaran sebesar US$90 juta.
Jika dihitung berdasarkan nilai sekarang (present value) dari keuntungan operasional selama tiga tahun adalah US$20 juta. Artinya, harga per unit kapal VLCC itu paling murah harus terjual US$$110 juta.
Penjualan kapal VLCC Pertamina ini memang menuai kontroversi. Karena era Direksi Pertamina Baihaki Hakim, pembelian dua VLCC ini menjadi bagian rencana jangka panjang Pertamina untuk mengembangkan armada perkapalan sebagai pendukung bisnis hilir migasnya.
Pada 2002 rencana pembelian VLCC dan sepuluh kapal tanker Pertamina lainnya disetujui Komisi VIII DPR. Namun, April lalu pembelian itu dibatalkan direksi saat ini dengan alasan Pertamina kesulitan dana untuk mengoperasikan VLCC, selain ingin fokus ke bisnis intinya.
Mendengar penjualan VLCC ini, sejumlah anggota Komisi VIII DPR sempat mempertanyakan prosesnya yang dinilai tertutup dan terkesan terburu-buru tanpa meminta pertimbangan DPR.
Namun, minggu lalu sejak Kamis (10/6) sampai Minggu (13/6) Pertamina mengajak 30 anggota Komisi VIII DPR 'jalan-jalan' ke Hong Kong dan Korea Selatan. Keberangkatan anggota DPR bersama pada istri itu dinilai banyak kalangan tak etis karena dibiayai Pertamina dan dapat memengaruhi kebijakan DPR atas penjualan kapal tersebut.
Selama di Korea Selatan, rombongan anggota DPR yang dipimpin langsung ketuanya, Irwan Prayitno diinapkan di Hotel Seoul Hamilton. Irwan Prayitno menginap di kamar 912 dan Djusril Djusan menginap di kamar 806. Mereka check out kemarin jam 08.00.
Dikabarkan, anggota DPR itu tidak diberikan kesempatan melihat langsung pembangunan kapal VLCC itu galangan Hyundai Heavy Industries di kota Ulsan. Para pejabat Pertamina khawatir anggota DPR berubah pikiran dari mendukung penjualan menjadi mendukung Pertamina untuk memiliki kapal jenis VLCC pertama yang dipunyai Indonesia sejak 30 tahun terakhir ini. (Wis/E-1)
Sumber: Kompas, 14 Juni 2004