Tulisan ini terutama saya tujukan kepada para calon presiden yang, bila kelak terpilih, akan memimpin negara kita yang kini masih bergumul dengan keterpurukan akibat krisis multidimensi. Keinginan ini muncul saat mengikuti paparan beberapa calon presiden dalam acara di televisi tentang apa yang akan menjadi program utama mereka dalam usaha membawa bangsa ini ke luar dari situasi krisis.
Sekali lagi, kita ditunjukkan betapa sulitnya memberantas korupsi di negeri ini. Itulah yang bisa kita tangkap dari hasil ekspor hasil penelitian Transparency International Indonesia tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
AMIEN Rais, Ketua MPR sekaligus Ketua Umum DPP PAN melontarkan pendapat keras dan menggelitik untuk dikritisi. Pada peringatan Isra Mikraj di Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang, mengatakan, Buah reformasi hingga saat ini hanya berhasil memindahkan korupsi dari pusat ke daerah, sehingga kerugian negara dalam dua tahun terakhir nyaris sama dengan angka kerugian total selama 15 tahun di masa lalu.
Menurut Transparency International Indonesia, negara kita menduduki peringkat keenam sebagai negara terkorup dari 133 negara di dunia. Tingkat korupsi di Indonesia ternyata jauh lebih buruk dari negara tetangga seperti Papua Nugini dan dan Vietnam, dan tidak jauh berbeda dengan prestasi Bangladesh dan Myanmar.
Sulit menghitung, apakah rasio antara jumlah rumah ibadah dengan penduduk Indonesia lebih kecil atau lebih besar dibanding di negara-negara lain. Makin sulit lagi, bahkan mustahil, menghitung frekuensi ritual ibadah yang dilakukan semua pemeluk agama.
ALANGKAH menyenangkan dan membahagiakan hati jika kita hidup dalam sebuah masyarakat di mana pemerintahnya bersih, orang miskin disantuni, penganggur ditawari pekerjaan, pengusaha difasilitasi untuk mengembangkan daya saing, buruh diupah dengan layak, tiap anak menikmati bangku sekolah, perempuan dan asal-usul budaya terbebas dari diskriminasi, polisi tak ringan tangan dan main tembak, serta tentara tidak ikut campur di wilayah politik.
Bak Sisyphus yang dihukum para dewa dalam mitologi Yunani. Demikian kira-kira nasib pemberantasan korupsi di Indonesia. Sisyphus harus mendorong batu besar yang berat dengan susah payah ke puncak gunung. Namun, setiap kali sampai ke puncak gunung, batu itu menggelinding jatuh.
Penerima hadiah Nobel, Oscar Arias Sanchez, mengatakan, tumbangnya rezim diktator di Amerika Latin kebanyakan disebabkan kemarahan rakyat atas korupsi yang dilakukan rezim itu. Tetapi, rakyat yang sama dapat pula dikecewakan oleh meluasnya korupsi di bawah rezim-rezim demokratis sehingga mereka menghidupkan kembali kediktatoran yang baru.
PRESIDEN Megawati akhirnya melantik lima orang pemimpin Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 27 Desember 2003.
SUKA tidak suka, korupsi -- juga kolusi dan nepotisme -- sudah menjadi trade mark negeri ini. Ibarat penyakit, kondisinya sudah demikian kronis dan berdaya tular cepat, sedangkan terapi penyembuhannya masih jauh dari harapan. Begitu mengakarnya korupsi, ia diyakini merupakan pemegang saham terbesar bagi keruntuhan perekonomian Indonesia. Sejak era reformasi bergulir, memang tidak sedikit praktik korupsi yang berhasil dibongkar. Kasusnya pun, dari kelas teri hingga kelas kakap, banyak yang sudah disidangkan. Di antara pelaku, bahkan ada yang sudah menghuni penjara kendati tetap masih lebih banyak yang berkeliaran di luar.