ICW: DPR Telah Rugikan Negara [15/06/04]

Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 benar-benar membuat catatan sejarah buruk. Setelah belakangan ini berkali-kali gagal, tepatnya 16 kali gagal, melaksanakan rapat Badan Musyawarah karena banyak yang tidak hadir, kali ini gejala tersebut mulai merembet ke forum rapat yang lebih besar, yaitu rapat paripurna. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, dengan performa seperti itu, DPR benar-benar telah merugikan negara.

Gagalnya kembali rapat DPR terjadi lagi pada Rapat Paripurna DPR, Senin (14/6), kemarin. Rapat tersebut terpaksa tidak bisa mengambil keputusan untuk mengesahkan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom yang menggantikan Anwar Nasution karena peserta rapat tidak mencapai kuorum.

Rapat hanya dihadiri 213 orang dari total anggota DPR yang berjumlah 498. Syarat pengambilan keputusan di rapat paripurna harus dihadiri lebih dari separuh anggota DPR, 250 orang.

Wakil Ketua DPR Tosari Wijaya sesungguhnya sudah berusaha mengulur waktu selama lebih kurang satu jam. Namun, setelah ditunda, rapat tidak juga mencapai kuorum. Akhirnya, Tosari menunda acara pengesahan Deputi Senior Gubernur BI pada Rapat Paripurna DPR 21 Juni 2004.

Saya tidak mau ambil risiko melanjutkan proses pengambilan keputusan. Karena, yang akan diambil ini menyangkut keputusan perorangan, ujar Tosari yang ditemui wartawan seusai rapat.

Tosari tidak mengetahui secara pasti apa yang menjadi penyebab dari ketidakhadiran sejumlah anggota DPR dalam rapat. Dia menduga hal tersebut terkait dengan kemalasan dan akan berakhirnya masa jabatan DPR. Anggota DPR kan banyak yang tidak terpilih lagi sehingga mereka mulai berpikir untuk mencari tempat lain, ujarnya.

Berdasarkan catatan Kompas, dari 500 anggota DPR periode 1999-2004, yang terpilih lagi sebagai anggota DPR dalam Pemilu 2004 hanya berjumlah 154 orang. Berarti, mayoritas tidak lagi menjadi anggota DPR.

Rugikan negara

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Luky Djani menilai sikap anggota DPR yang bolos sidang dan mengakibatkan terhambatnya proses pengambilan keputusan adalah perbuatan yang merugikan negara.

Dengan terhambatnya proses pengambilan keputusan, kebijakan penyelenggaraan negara yang seharusnya dapat diambil dengan cepat menjadi terlambat. Demikian juga dengan berbagai proses intervensi kebijakan yang seharusnya dapat dilakukan untuk menangani sejumlah persoalan menjadi tertunda.

Mereka jelas telah mengabaikan tugas mereka sebagai wakil rakyat, tutur Luky saat dihubungi, Senin petang. (sut)

Sumber: Kompas, 15 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan