Ketika Wakil Rakyat Membanggakan Kinerjanya [15/06/04]

Koming memperkenalkan diri dengan suara agak tertekan karena menahan emosi. Wakil demonstran itu lalu mempertanyakan kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Buleleng sehingga berani meminta dana purnabakti dan dana-dana lain hingga ratusan juta rupiah.

Adegan itu terekam saat Eksponen Masyarakat Buleleng, Bali, unjuk rasa di DPRD setempat pekan lalu. Sudah berkali-kali warga Buleleng memprotes perilaku anggota Dewan yang meminta berbagai macam dana menjelang masa jabatan mereka berakhir. Ada dana ziarah, masa bakti, purnabakti, dan yang lainnya.

Para politikus di DPRD ternyata lihai menjawab protes warga, selihai mengeruk uang rakyat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pertanyaan demonstran tidak dibiarkan mengendap oleh Ketua DPRD Buleleng Nyoman Sudharmaja. Dengan sigap ia menyambar mikrofon dan berkotbah tentang keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai selama lima tahun pengabdiannya.

Tak pelak, jawaban yang dia sampaikan tampak hanya menonjol-menonjolkan sisi positifnya. Pertama, Ketua Dewan bercerita soal pencapaian Pendapatan Asli Daerah--dulu hanya sekitar Rp 5 miliar, kata Sudharmaja, sekarang sudah mendekati angka Rp 20 miliar.

Kemudian, kata dia, kantor bupati yang terbakar pada kerusuhan 1999 sudah direhab kembali. Bahkan sekarang rumah jabatan bupati yang juga hangus ketika kerusuhan 1999, kini sudah bagus. Juga Porda Bali 2003, yang pertama kali di luar Denpasar, Buleleng sukses sebagai tuan rumah, kata Sudharmaja tak kalah sengit.

Dialog itu hanya merupakan bumbu penyedap aksi unjuk rasa. Sebetulnya, tujuan demonstran adalah membatalkan pembagian dana purnabakti bagi anggota DPRD Buleleng periode 1999-2004 serta meminta pihak terkait mengusut dugaan penyimpangan dana oleh para wakil rakyat.

Masyarakat layak risau. Setelah menerima dana masa bakti sebesar Rp 60 juta dan dana mobilitas Rp 30 juta, setiap anggota DPRD Buleleng akan diganjar dengan dana purnabakti Rp 50 juta. Dana Rp 50 juta itu rencananya akan dicairkan pihak eksekutif, Juni ini.

Maret lalu, anggota DPRD Buleleng telah pula dimanjakan oleh eksekutif dengan cara mendanai kepergian mereka ke India. Anggota Dewan pergi ke India dengan label perjalanan suci ke tempat-tempat ziarah umat Hindu. Segala tiket dan akomodasi tentu menjadi tanggungan APBD Buleleng alias uang rakyat. Dalam perjalanan ke India, setiap anggota Dewan diberi uang saku Rp 25 juta.

Di tengah keterpurukan ekonomi seperti sekarang, wajar kalau rakyat geram melihat sepak terjang wakil rakyat yang tidak peka terhadap nasib mereka. Ketika banyak lulusan SMA dan sarjana menjadi penganggur, atau ketika banyak orang susah mengais rezeki, anggota Dewan dengan pongah minta dana ini-itu secara berlebihan. Padahal, gaji mereka sebagai anggota Dewan sudah lebih dari cukup. Gaji mereka sebulan mencapai Rp 6,5 juta, bahkan sampai belasan juta rupiah untuk pimpinan Dewan.

Wakil rakyat maunya hanya mementingkan keinginannya sendiri. Rakyat menderita tidak dihiraukan, kata Gusti Ketut, warga Kelurahan Banjar Bali, Singaraja. Gusti Ketut juga menyalahkan Bupati Buleleng Putu Bagiada karena selalu memenuhi apa yang dituntut anggota Dewan.

Putu Weka, seorang warga, mengaku kecewa dengan perilaku anggota Dewan di daerahnya. Ia menyatakan amat sedih menyimak ucapan Ketua Dewan Sudharmaja. Kenapa prestasi DPRD Buleleng sama sekali tidak terkait dengan harapan masyarakat banyak. Menurut Putu, pembangunan kembali kantor bupati dan rumah jabatan bupati yang demikian mewah mestinya tak perlu disebutkan sebagai prestasi. Rakyat, kata Putu, hanya butuh penghidupan yang layak. Bukan bangunan fisik berupa gedung-gedung mewah untuk para pejabat.

Sekarang ini rakyat susah. Cari uang sulit sekali, sementara biaya pendidikan mencekik leher. Tampaknya Dewan dan Bupati sudah tak peduli sama sekali pada rakyatnya. Mereka, para pejabat, hanya bisa membagi-bagi duit rakyat saja, kata Weka ketus.

Barangkali memang itulah prestasi yang baru bisa diperlihatkan oleh para wakil rakyat dan pejabat kita. Bila rakyat merasa hidupnya semakin susah, itu bukanlah urusan mereka. Duh! made mustika

Sumber: Koran Tempo, 15 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan