Koming memperkenalkan diri dengan suara agak tertekan karena menahan emosi. Wakil demonstran itu lalu mempertanyakan kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Buleleng sehingga berani meminta dana purnabakti dan dana-dana lain hingga ratusan juta rupiah.
Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Kekayaan Negara Kalimantan Timur mendesak Kejaksaan Tinggi mengusut anggota dewan legislatif yang membagi-bagikan dana APBD Rp 5,4 miliar. Dana itu untuk biaya operasional, bukan untuk dibagikan.
Pimpinan DPR menyatakan akan segera memanggil pimpinan Komisi VIII DPR dalam rangka meminta klarifikasi soal kunjungan sejumlah unsur pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR ke Hongkong dan Korea Selatan, terkait dengan rencana penjualan tanker raksasa milik PT Pertamina.
Kampanye pemilihan umum amat mahal, biayanya besar, dan sumber dananya tidak semua terang asal-usulnya. Berapa jumlah uang yang dikumpulkan, berapa belanja yang habis, tak diketahui pasti. Sebetulnya semua hal yang menyangkut dana kampanye setiap peserta pemilu wajib dilaporkan dengan jujur dan terbuka. Jika tidak dipatuhi, kecurangan, ketidakadilan, korupsi, dan akhirnya politik uang amat mudah terjadi. Barangkali memang sudah terjadi, rasanya.
Telah lama Indonesia selalu bertengger di urutan sepuluh besar negara paling korup di dunia. Jauh hari sebelumnya Sumitro Djojohadikusumo (almarhum) berulang kali menyatakan terjadinya kebocoran anggaran negara sebesar 30 persen setiap tahun. Semakin bobroknya penyelenggara negara beriringan dengan sangat parahnya tata kelola pemerintahan (corporate governance).
Setelah tertunda sekian lama, pembacaan putusan kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KUP) dengan terdakwa Ny Clara Sitompul (mantan anggota Sub Komisi A KPU), dan Bambang Mintoko Mangun Pranoto (mantan Wakil Ketua Sub Komisi A KPU) diagendakan akan dilaksanakan pekan ini (Kamis, 17/6).
Tingkat korupsi anggota dewan, khususnya di daerah, cukup mengerikan. Betapa tidak, 270 perkara di antara 690 kasus korupsi yang dilaporkan ke kejaksaan selama periode Januari 2003 hingga April 2004 adalah skandal korupsi yang melibatkan anggota DPRD.
Total belanja iklan calon presiden ternyata lebih tinggi dari akumulasi saldo awal yang mereka laporkan ke KPU. Hasil survei pekan pertama kampanye pemilu.
DPP Partai Golkar membantah kabar bahwa calon presiden dari Partai Golkar, Jenderal TNI (Pur) Wiranto, memakai dana sumbangan para konglomerat hitam Indonesia --termasuk yang kini menetap di Singapura seperti Syamsul Nursalim-- untuk berkampanye dan memenangkan pemilihan presiden-wakil (pilpres). Kalau ada kabar demikian, Golkar menilainya sebagai fitnah.
Melalui malam dana, kandidat presiden meraup sumbangan miliaran rupiah. Tak semua sukses: ada yang cuma diberi nomor telepon palsu.