Tingkat korupsi anggota dewan, khususnya di daerah, cukup mengerikan. Betapa tidak, 270 perkara di antara 690 kasus korupsi yang dilaporkan ke kejaksaan selama periode Januari 2003 hingga April 2004 adalah skandal korupsi yang melibatkan anggota DPRD.
Total belanja iklan calon presiden ternyata lebih tinggi dari akumulasi saldo awal yang mereka laporkan ke KPU. Hasil survei pekan pertama kampanye pemilu.
DPP Partai Golkar membantah kabar bahwa calon presiden dari Partai Golkar, Jenderal TNI (Pur) Wiranto, memakai dana sumbangan para konglomerat hitam Indonesia --termasuk yang kini menetap di Singapura seperti Syamsul Nursalim-- untuk berkampanye dan memenangkan pemilihan presiden-wakil (pilpres). Kalau ada kabar demikian, Golkar menilainya sebagai fitnah.
Melalui malam dana, kandidat presiden meraup sumbangan miliaran rupiah. Tak semua sukses: ada yang cuma diberi nomor telepon palsu.
Sejumlah lembaga pemantau menemukan keganjilan dalam laporan dana kampanye pemilu. Banyak celah untuk pencucian uang.
Tim justifikasi yang bertugas memeriksa gudang Firma Antares di Jakarta menerima uang jalan dari perusahaan ini sebesar Rp 56 juta. Antares memberi uang itu melalui BT, kemudian membagi-bagikannya kepada tim justifikasi dengan jumlah yang berbeda-beda.
Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut dugaan penyelewengan dana di Grup Texmaco. Lembaga ini akan membawa kasus yang membelit tubuh raksasa industri tekstil dan alat-alat berat milik Marimutu Sinivasan itu ke pengadilan ad hoc korupsi pada akhir Juni.
Isu tak sedap menerpa Kantor Pelayanan Pajak Banjarbaru. Dikabarkan proyek pengadaan lift di bangunan berlantai lima itu terindikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Menindaklanjuti kabar, hari ini, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat berencana akan melakukan pemeriksaan.
Tim auditor internal PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), membongkar dugaan korupsi senilai Rp1,3 miliar di PT PPI wilayah Cilacap, Wangon (Banyumas), Karanganyar (Kebumen), dan Purwokerto, Jawa Tengah.
Turunnya kepercayaan masyarakat kepada Bank BNI karena kasus L/C fiktif Rp1,7 triliun, dapat memperkuat alasan pemerintah untuk memprivatisasi bank tersebut.