Anggota Komisi VIII DPR Terindikasi Terima Suap [17/06/04]

Menurut Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), para anggota Komisi VIII DPR RI terkait dengan perjalanan yang diduga dibiayai PT Pertamina ke Hong Kong dan Korea Selatan terindikasi menerima suap.

Lalu, indikasi adanya penggunaan uang negara, dalam hal ini PT Pertamina, pada kasus itu bisa dianggap sebagai perbuatan pidana korupsi. Perbuatan itu disebut gratifikasi.

Seperti dikatakan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean kepada wartawan di kantornya, Kamis (17/6), perbuatan tindak pidana gratifikasi tersebut memang merupakan tindak pidana baru yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sesuai ketentuan Pasal 12B UU tersebut dikatakan setiap penerima gratifikasi bisa dipandang telah menerima suap apabila berhubungan dengan jabatannya. Namun, penerimaan itu bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya.

Tumpak menambahkan, jika nilai gratifikasi yang diterima nilainya Rp10 juta ke atas, penerima gratifikasi wajib membuktikan kalau hal itu bukan suap. Itulah yang kita kenal dengan pembuktian terbalik, kata Tumpak Hatorangan.

Lain halnya dengan gratifikasi di bawah Rp10 juta. Ditambahkan Tumpak, jika nilai yang diterima di bawah Rp10 juta, pembuktiannya dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Luas

Lebih jauh, Tumpak memaparkan, bentuk gratifikasi bisa berupa pemberian dalam arti luas. Misalnya, uang, barang, fasilitas perjalanan seperti tiket atau penginapan dan sebagainya.

Diungkapkannya, ketentuan Pasal 12 B memiliki pengecualian sesuai Pasal 12 C. Di dalam pasal tersebut dinyatakan para pejabat yang menerima gratifikasi itu bisa dianggap tidak menerima suap apabila mereka melaporkan hal tersebut ke KPK. Sehingga, kalau dilaporkan, KPK akan meneliti apakah gratifikasi itu layak diterima oleh si penerima atau tidak. Kalau layak, kita buat surat keputusan penetapan bahwa gratifikasi itu bisa diterima, kata Tumpak.

Tapi, kalau tidak layak, kita akan minta agar gratifikasi itu diserahkan kepada KPK untuk disetorkan kepada Menteri Keuangan sebagai pendapatan negara. Menurut saya, apabila benar itu dibiayai oleh Pertamina, setidak-tidaknya sudah terjadi apa yang dinamakan gratifikasi itu, tambah Tumpak.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau agar anggota Komisi VIII yang menerima gratifikasi tersebut melapor kepada KPK. Batas waktu paling lambat, 30 hari setelah gratifikasi diterima.

Menurut Tumpak, KPK saat ini sedang melakukan penelitian dengan mengumpulkan bahan-bahan keterangan apakah perjalanan tersebut dibiayai Pertamina atau tidak. Sebab, dari pihak Pertamina, seperti dikatakan Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone yang pernah ditanyai KPK, tidak ada uang Pertamina yang digunakan untuk membiayai perjalanan tersebut.

Tumpak mengatakan tidak ada persoalan bagi KPK untuk mengambil tindakan terhadap anggota DPR sebagai penyelenggara negara jika terbukti ada pelanggaran. Tidak masalah bagi kami. Karena, kami tidak bertanggung jawab kepada person-person tetapi kepada publik, demikian Tumpak. (Prim) Laporan: Dulhadi

Sumber: KCM Updated: Kamis, 17 Juni 2004, 18:34 WIB
Naskah asli: http://www.kompas.co.id/utama/news/0406/17/183513.htm

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan