Kekayaan Capres dan Sumber 'Maya' [13/06/04]

Semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam kampanye dan dialog lainnya berteriak akan memberantas korupsi. Selain itu, mereka berikrar akan membangun pemerintahan yang bersih. Dalam bahasa sederhana, keterbukaan dan supremasi hukum akan dijunjung tinggi.

Bertepatan dengan itu, kejutan terjadi. Capres-capres dan cawapresnya ternyata mempunyai kekayaan yang luar biasa, tentu bila dihitung berdasarkan rasio normal dari karier mereka yang bekerja di pemerintahan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) diketahui cawapres Jusuf Kalla menduduki peringkat teratas dengan total kekayaan Rp122,65 miliar ditambah US$14.926. Sementara berderet di posisi lima besar lainnya adalah Siswono Yudo Husodo senilai Rp74,77 miliar dan US$81.700; Megawati Soekarnoputri Rp59,8 miliar; Wiranto senilai Rp46,21 miliar dan Hamzah Haz senilai Rp17,33 miliar dan US$199.000.

Adapun di level berikutnya adalah Agum Gumelar sebesar Rp8,85 miliar dan US$366.846; Hasyim Muzadi Rp7,23 miliar; Susilo Bambang Yudhoyono Rp4,65 miliar, Salahuddin Wahid Rp2,7 miliar. Sementara Amien, berada di posisi bontot dengan Rp867,95 juta dan US$13.700.

Pertanyaan sederhana. Dari mana sumber uang tersebut didapat. Tiga orang dari mereka pensiunan militer. Artinya, kalau dia berpangkat jenderal bintang empat (Wiranto dan SBY) gaji yang dia terima tidak mencapai Rp2 juta. Namun, tunjangan jabatan bisa mencapai Rp6 juta. Kalau dia sudah pensiun tentu yang diterima tidak melebihi 2 juta. Hal yang sama (sedikit di bawah) terjadi pada Agum dengan pangkat letjen. Kalau penghasilan tersebut dikurangi pengeluaran untuk keluarga niscaya kekayaan mereka seperti yang tertera di atas tidak terjadi.

Logika yang sama juga bisa dipakai mengukur capres lain yang berlatar belakang pegawai negeri sipil. Yang sulit barang kali dari mereka yang berlatar belakang pengusaha. Masuk dalam kategori ini adalah Kalla dan Siswono. Namun, sebagai orang yang akan menciptakan pemerintahan yang bersih selayaknya mereka jua membersihkan diri. Dan, pertanyaan yang perlu dijawab dari perusahaan mana saja uang itu di dapat, dalam arti, apakah perusahaan itu juga sehat dan bayar pajak.

Pertanyaan yang sama terjadi bagi semua capres dan cawapres. Kalau harta hibah, dari mana sumbernya dan berapa jumlahnya.

Anggota Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) Sukri Ilyas juga termasuk yang ingin mengetahui sumber uang tersebut. Namun, dia menyayangkan pencatatan yang pernah dilakukan KPKPN itu hanyalah antisipasi. Dan, selanjutnya bisa digunakan sebagai bekal untuk meneropong kekayaan mereka saat purnatugas.

``Setelah mengetahui modal awalnya sekian, belakangan kalau ada indikasi korupsi, kita bisa mudah menelusurinya. Itu sebabnya, lanjut Sukri, data tersebut harus di-up date tiap dua tahun.

``Sayangnya kerja kita belum sampai ke situ. Harusnya tahun ini kita menyajikan data itu, tapi sudah keburu dilikuidasi,`` sambungnya sambil tertawa getir.

Sering berkelit

Tidak jelasnya dengan rinci sumber uang dan pembayaran pajak yang menyertainya tentu tidak jadi alasan karena runyamnya aturan dan tebalnya isian. Sebagai seorang yang ingin menjadi 'nakhoda bagi kapal Indonesia' dengan penumpang sekitar 250 juta yang berlayar lima tahun. Nakhoda harus bersih dan jujur menunjukkan dirinya.

Menurut Sukri, item inilah yang sering kali dipakai alat untuk berkelit para pejabat. Sekalipun mempunyai banyak saweran di luar gaji pokok dari pekerjaan, sering kali hanya dicantumkan yang formal-formal saja. Buntutnya jelas, pajak penghasilan tahunan yang harus dibayarkan pun menyusut.

Berdasarkan penelusuran Media, ternyata Hamzah Haz juga tidak mencantumkan NPWP-nya. Selain itu, orang nomor satu dari kubu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga tidak menuliskan nominal penghasilannya. Hamzah hanya menyebut angka pengeluaran sebesar Rp698,85 juta per bulannya.

Berkaitan dengan penghasilan, anak ke-7 Hamzah, yaitu Vera Safrianti mengatakan sebelumnya Hamzah pernah mengelola PT Pawan Kapuas Raya Money Changer sebagai direktur utama. Hanya saja, usaha itu sekarang sudah diserahkan pada salah satu kakak kandung Vera.

Diakui pula oleh Vera, saat ini seluruh anak Hamzah Haz menjadi wiraswastawan yang mengelola beberapa perusahaan yang berlainan. Beberapa dari saudara kandung Vera memilih mengelola biro perjalanan, sedangkan yang lainnya mengelola percetakan dan konsultan arsitektur.

Banyak saweran

Menyoal penghasilan dan gaji, agaknya memang cukup berpengaruh. Setidaknya, dengan membandingkan besarnya gaji yang diperoleh per tahun dengan total penghasilan dan kekayaannya--publik bisa tahu dari mana saja 'kantong' duit pejabat.

Sebut saja Megawati. Dengan NPWP 60197076024, diketahui lebih banyak disokong dari bisnisnya. Bisa jadi, besarnya penghasilan itu disokong dari delapan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang dimilikinya senilai Rp31 miliar. SPBU itu tersebar di Pejompongan, Semanggi, Tebet, dan lain-lain.

Pasalnya, sekalipun hanya menerima gaji Rp41,09 juta sebagai presiden, ditotal Ketua Umum PDIP ini mengantongi penghasilan Rp3,65 miliar. Itu sudah termasuk kekayaan senilai Rp3,6 miliar dan penghasilan Taufiq Kiemas Rp9,03 juta. Sementara pengeluarannya Rp1,52 miliar. Artinya, per tahun Megawati masih surplus Rp2,13 miliar.

Keluarga presiden RI ini juga memiliki tanah dan bangunan di 14 lokasi seperti Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Pandeglang dengan nilai Rp24,5 miliar, 12 mobil, dan 10 motor dengan nilai Rp1,5 miliar.

Warisan juga tampaknya menyertai Agum Gumelar. Sekalipun mantan Menteri Perhubungan ini hanya menerima gaji dari pemerintah Rp19,33 juta, dalam sebulannya, bila ditotal bisa mengantongi sedikitnya Rp487,15 juta per bulan. Pasalnya, cawapres dari PPP ini juga menarik keuntungan dari kekayaannya senilai Rp464 juta.

Menurut sumber Media, Agum banyak menangguk keuntungan dari usaha kontrakan rumah yang dimilikinya di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan. Selain itu, Agum juga memperoleh banyak warisan dari mertuanya. Belum lagi sumbangan pendapatan dari istri senilai Rp3,8 juta. Sementara untuk capres-cawapres lainnya yang juga mantan pejabat seperti pasangan SBY-Jusuf Kalla, tercatat menteri berpenghasilan sedikitnya Rp19,33 juta. Adapun pasangan Amien-Siswono yang sama-sama berlatar belakang legislatif setidaknya menerima Rp9 juta. Bisa jadi hitung-hitungan untuk Kalla dan Siswono agak meleset. Maklum, keduanya adalah businessman tadi.

Seperti diketahui, sebelumnya, mantan Menko Kesra Jusuf Kalla diketahui sudah mewarisi usaha bisnis ayahnya. Di antaranya adalah PT Bukaka Teknik Utama, Bumi Sarana Utama, Kalla Inti Karsa, dan Bukaka Singtel Internasional. Demikian halnya dengan Siswono yang dikenal sebagai kontraktor yang mengerjakan beberapa proyek konstruksi dan infrastruktur di bawah bendera PT Bangun Tjipta.

Berdasarkan data, diketahui Siswono memiliki 14 aset tetap berupa tanah dan bangunan senilai Rp15,12 miliar. Sementara usaha pertanian dan perkebunan senilai Rp3,8 miliar dan surat berharga Rp46,11 miliar.

Adapun Kalla, yang menduduki peringkat tertinggi, tercatat menebar aset tetap berupa tanah dan bangunan di sekitar Makassar, Palu, Kendari, Watampone dan Gowa. Untuk sekitar 65 aset itu terkumpul modal sedikitnya Rp60,38 miliar. Belum lagi surat berharganya senilai Rp73,8 miliar,--catatan, data terbaru: aset tetap Rp49,08 miliar, surat berharga Rp73,8 miliar. Yang kurang rinci tentang sumber kekayaan Wiranto. Sebagai seorang pensiunan jenderal harta kekayaan Rp46,215 miliar sungguh spektakuler. (Rdn/Sdk/Yes/M-1)

Sumber: Media Indonesia, 13 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan