KPU dan Genealogi Korupsi

Ditahannya Mulyana W Kusumah oleh Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPTPK), Jumat lalu (8/4) sungguh mengejutkan. Mengejutkan karena sosok seorang Mulyana yang dikenal luas sebagai figur publik yang memiliki integritas tinggi menjadi tersangka tindak pidana korupsi yang notabene adalah virus maut yang telah memerosotkan keadaban bangsa. Kalau tuduhan itu betul, hal ini tentu memalukan karena ternyata virus korupsi telah merongrong integritas moral kaum intelektual seperti Mulyana yang diyakini selama ini sebagai garda-depan dalam mempertahankan moralitas.

Delegitimasi Moral di Tubuh KPU

Berbagai ragam reaksi bermunculan ketika orang mendengar berita bahwa anggota KPU Mulyana W. Kusumah yang juga kriminolog lulusan Universitas Indonesia ditangkap dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peristiwa ini jelas memiliki news value sangat tinggi.

Uang dalam Pilkada

Tulisan ini berupaya memperbincangkan fungsi uang dalam pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkadal) yang akan digelar beberapa bulan lagi di hampir separo daerah Indonesia. Bagian pertama menyoroti fungsi uang dalam pilkadal dan bagian kedua memperbincangkan potensi penyalahgunaan uang (money politics).

Prediksi Munculnya Segitiga Kekuatan Politik Jawa Barat

Rentang 2005-2008 Jawa Barat akan menggelar sebanyak 26 pilkada kabupaten/kota dan satu pilkada provinsi. Pertanyaannya adalah partai-partai mana saja akan memenangkan pertarungan itu dan bagaimana kira-kira komposisinya?

Duduk Perkara Rahasia Negara

The first act of any dictatorship is to suppress freedom of information. If they can

Kasus-kasus Korupsi Besar Masih Terus Terjadi

Setelah terungkap kasus korupsi di Bank BNI senilai Rp 1,6 triliun, kita berharap di era reformasi ini tidak ada lagi kasus-kasus korupsi besar semacam itu. Biarkanlah masalah penyelewengan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan kasus-kasus korupsi triliunan rupiah lain menjadi bagian dari masa lalu dan mimpi buruk kita sebagai bangsa. Yang penting jangan terulang, terlebih sekarang kita telah memasuki era baru, yakni demokrasi, transparansi, dan reformasi. Sayang harapan itu masih terlampau muluk. Kenyataan menunjukkan hal yang jauh berbeda. Korupsi masih terjadi baik di lingkungan eksekutif, legislatif, dan lembaga yudikatif serta BUMN. Nilainya pun tak kalah besar, sehingga Indonesia masih termasuk peringkat teratas sebagai negara terkorup.

Mari Korupsi!

Biarpun China, Korea (Selatan), maupun Jepang kerap menjadi referensi bagi anggota parlemen kita untuk adu tinju dan beradu premanisme, atau berselisih politik lantaran sebab yang kadang tampak remeh, sebaiknya kita tidak lupakan satu pelajaran penting yang dapat diambil dari mereka dan membuat kekonyolan di atas tak bernilai kemudiannya.

Berantas Korupsi, Berpikirlah Luar Biasa

Saat start resmi untuk memberantas korupsi dicanangkan oleh Presiden pada tanggal 9 Desember tahun lalu, bangsa ini sudah sampai pada puncak batas kesabaran menghadapi korupsi yang menggerogoti hampir seluruh aspek kehidupannya. Batas kesabaran itu diutarakan dalam bentuk keinginan untuk bertindak luar biasa, seperti dinyatakan oleh Presiden pada pencanangan Hari Anti-Korupsi tersebut.

Instruksi Memburu Koruptor

Ketika membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2005 di Istana Merdeka kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan segera mengeluarkan instruksi untuk memburu para koruptor yang kabur ke luar negeri. Targetnya terutama para koruptor yang terlibat dalam kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Setelah Puteh Divonis Bersalah

Setelah proses hukum berlangsung sekitar enam bulan, terhitung sejak penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akhirnya Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (TPK) menyatakan Abdullah Puteh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Puteh divonis pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif ini dihukum membayar uang pengganti Rp 3,687 miliar, selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Subscribe to Subscribe to