KPK Minta Presiden Non-aktifkan Nazaruddin

Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera menon-aktifkan Ketua Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin. Surat resmi kepada Presiden disampaikan Senin (23/5) besok. Namun, pimpinan KPK telah menyampaikan masalah tersebut secara lisan kepada Presiden Yudhoyono maupun Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Erry Rijana Hardjapamekas di Jakarta, Sabtu kemarin. Sementara dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu, Ketua DPR Agung Laksono yang baru pulang dari Denpasar menghadiri Kongres Partai Demokrat meminta pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), yang bisa menjadi dasar hukum untuk memperpendek masa kerja KPU atau bahkan mengganti keseluruhan anggota KPU.

Dua anggota KPU, yakni Nazaruddin Sjamsuddin (ketua) dan Mulyana W Kusumah (anggota), menjadi tersangka kasus korupsi dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya dan Rutan Salemba. Masa jabatan anggota KPU menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dalam Ketentuan Peralihan Pasal 144 akan berakhir pada bulan Maret 2006. Selain kedua orang itu, KPK juga menahan Sussongko Suhardjo (Pelaksana Harian Sekjen KPU) dan Hamdani Amin (Kepala Biro Keuangan KPU).

Erry mengatakan, untuk mengatasi problem yang akan muncul terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi di tubuh KPU, pemerintah dan DPR harus sesegera mungkin melakukan pemilihan anggota KPU yang baru.

Kendatipun belum tentu terkena semuanya, tetapi penggantian anggota KPU ini diperlukan. Penggantian ini tak cuma terhadap mereka yang saat ini telah menjadi tersangka, tetapi penggantian tersebut dilakukan untuk mengganti dua orang yang keluar dari KPU dulu dan Hamid Awaluddin yang saat ini sudah menjabat menteri. Pemilihan anggota KPU yang baru ini diperlukan agar kesinambungan kinerja KPU dapat terus berjalan, ujar Erry.

Khusus pemeriksaan anggota KPU yang lain, Erry mengatakan bahwa pekan depan KPK akan mengintensifkan pemeriksaan anggota KPU yang lain. Pemeriksaan terhadap anggota KPU tersebut baik terkait soal pengumpulan dan pembagian dana rekanan KPU maupun soal pengadaan logistik barang dan jasa.

Sekarang KPK melakukan pemeriksaan intensif kepada kedua-duanya, baik dana rekanan KPU maupun pengadaan logistik. KPK juga mengintensifkan pemeriksaan terhadap pengadaan buku dan jasa asuransi, ujar Erry.

Gelar jumpa pers
Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menggelar jumpa pers secara khusus di kediamannya, di Jalan Cipinang, Cempedak, Jakarta Timur, Sabtu. Di Bali, saat menghadiri Kongres Partai Demokrat, Agung sempat bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia mengusulkan pemerintah menerbitkan perpu.

Ketika ditanya apakah usulan ini sudah dibicarakan bersama dengan Yudhoyono dan Kalla, Agung menyanggahnya. Dia menegaskan bahwa usulan ini merupakan pendapat pribadinya selaku Ketua DPR. Ke Bali saya hanya menghadiri Kongres Partai Demokrat. Ini baru sebatas pemikiran. Saya melihat perlu ada langkah-langkah, ucapnya sambil tersenyum.

Agung berpendapat, masa kerja KPU perlu diperpendek dan seluruh anggota KPU perlu diganti karena semakin menghilangkan kewibawaan KPU, bahkan mengarah pada delegitimasi KPU. Hal ini juga berpengaruh pada kewibawaan KPU daerah sehingga ada yang dibakar dan lain-lain, kata Agung.

KPU pun tidak mungkin lagi menjalankan tugas-tugasnya dengan optimal karena sulit menggelar rapat pleno. Sementara itu, tugas yang harus dijalankan KPU masih banyak, seperti memproses pergantian antarwaktu anggota DPR.

Pergantian anggota KPU pun tidak bisa hanya sebagian-sebagian karena Agung menduga pemeriksaan KPK akan terus merembet luas. Melihat pemberitaan-pemberitaan, pemeriksaan bisa merembet ke mana-mana, ujarnya.

Alasan perpu
Sebagai payung hukum dari perubahan ini, menurut Agung, lebih tepat diatur dalam perpu ketimbang mengubah Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Pasalnya, proses pembuatan perpu jauh lebih singkat ketimbang mengubah undang-undang yang pembahasannya melibatkan DPR dan pemerintah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 19 (6) mengatur, masa keanggotaan KPU lima tahun sejak pengucapan sumpah/janji. Berdasarkan hal itu, masa keanggotaan KPU berakhir Maret 2006. Dengan demikian, apabila masa keanggotaan KPU diperpendek, Pasal 19 (6) ini harus diubah dengan perpu.

Mengenai pemberhentian anggota KPU itu sendiri diatur dalam Pasal 20 (2) huruf (a). Di sana disebutkan bahwa pemberhentian anggota KPU dilakukan oleh Presiden atas persetujuan dan/atau usul DPR.

Soal syarat pemberhentian antarwaktu diatur dalam Pasal 20 (1). Syaratnya antara lain meninggal dunia, mengundurkan diri, melanggar sumpah/ janji, melanggar kode etik, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18.

Dalam Pasal 18 disebutkan 12 syarat menjadi anggota KPU. Beberapa syarat yang terkait dengan masalah ini antara lain: (c) mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur, dan adil; (j) tidak pernah dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih; (l) bersedia bekerja sepenuh waktu.

Reorganisasi
Menanggapi perkembangan di KPU, anggota KPU Mulyana W Kusumah yang juga tersangka dan ditahan Rutan Salemba meminta pemerintah melakukan reorganisasi KPU setelah Ketua KPU ditahan KPK. KPU juga diharapkan segera melakukan langkah darurat konsolidasi sehingga dapat melaksanakan tugas KPU selanjutnya.

Hal itu disampaikan anak Mulyana, Guevara Santayana, seusai menjenguk Mulyana di Rutan Salemba, Sabtu siang. Saat ini, menurut Mulyana, tugas KPU masih banyak yang belum rampung, seperti evaluasi dan penataan kinerja organisasi, karena itu perlu langkah darurat konsolidasi yang harus dilakukan KPU.

Salah satu langkah yang disebutkan Mulyana ialah rapat pleno untuk menetapkan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti sebagai Pelaksana Tugas Ketua KPU untuk sementara waktu.

Dalam rangka reorganisasi KPU, kami juga memohon agar Presiden sesuai dengan UU No 12/2003 tentang Pemilu dalam waktu dekat mengajukan empat orang calon anggota KPU untuk dipilih dan dua orang di antaranya dipilih DPR sebagai anggota KPU yang baru, untuk menggenapi kekosongan anggota KPU sehingga tetap sebanyak-banyaknya anggota KPU berjumlah sebelas orang, kata Mulyana.

Selain itu, sesuai ketentuan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, pemerintah perlu segara menetapkan wakil sekjen terpilih atau yang sudah dipilih rapat pleno KPU, yaitu Aris Zaenuri, sebagai Pelaksana Tugas Sekjen KPU sehingga tugas-tugas sekjen pun tidak terbengkalai.

Tak perlu
Ide untuk mengganti keanggotaan KPU ditentang anggota Komisi II DPR Ryaas Rasyid dan pakar politik dari Universitas Indonesia Prof Dr Maswadi Rauf. Ryaas mengatakan penggantian anggota KPU belum terlalu mendesak untuk dilakukan karena tugas KPU juga sudah tidak ada.

Untuk apa diganti? Saya kira tidak perlu ada penggantian anggota KPU, satu orang anggota yang tersisa pun, KPU masih bisa bekerja kok, ucapnya.

Maswadi mengatakan hal serupa. Pergantian antarwaktu anggota KPU belum diperlukan. Pasalnya, anggota KPU lain, termasuk Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti, dinilai masih dapat mengatasi persoalan dan tugas KPU hingga akhir masa jabatan Maret 2006 mendatang, kata Maswadi.

Kita harap beberapa anggota KPU yang masih aktif dapat terus bekerja. Jangan sampai KPU kosong. Ramlan bisa naik menggantikan ketua, kata Maswadi.

Ia tidak menampik kemungkinan terganggunya kinerja KPU pada akhir masa jabatan jika penyidikan KPK masih meluas kepada anggota KPU lain. Sejauh ini belum diketahui berapa lama proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK.

Tidak berhubungan

Menyikapi kemungkinan meluasnya penyidikan KPK, Maswadi menegaskan, terungkapnya korupsi di KPU tidak berhubungan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah mendatang atau hasil Pemilihan Umum 2004 lalu. Tidak ada hubungan dengan kualitas penyelenggaraan pemilu. Pemilu punya tolok ukur berbeda. Begitu juga dengan pilkada, ujar Maswadi.

Hal yang sama ditegaskan Denny Indrayana. Menurut pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada itu, legitimasi pemilu dapat ditilik dari sisi yuridis, politis, dan sosiologis. Dari sisi yuridis, persoalan legitimasi pemilu yang ditandai melalui sengketa hasil pemilu yang ditangani Mahkamah Konstitusi sudah selesai. Tidak ada lagi kesempatan untuk mempermasalahkan secara yuridis, kata Denny.

Sementara Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Progo Nurdjaman mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan DPR untuk mengevaluasi kinerja KPU.

Kita lihat perkembangan, tentunya nanti pemerintah bersama DPR akan mengevaluasi kinerja KPU, katanya. (idr/vin/sie/sut)

Sumber: Kompas, 22 Mei 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan