“Seumpama bunga, kami adalah bunga yang tidak kau kehendaki tumbuh...
Seumpama bunga, kami adalah bunga yang dirontokkan dari bumi kami sendiri...”
(Widji Thukul, 1987-1988)
Widji Thukul mungkin tak pernah tahu apa itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apalagi kenal Nazaruddin, Anggodo, Gayus, dan lain-lain. Tapi, apa yang ditulisnya dalam kosmos tirani kekuasaan orde baru agaknya bisa menginspirasi kita tentang bagaimana posisi lembaga-lembaga produk reformasi, seperti KPK hari ini.