Membuntuti Nazaruddin hingga Cartagena

Tunggu Proses Deportasi dari Kolombia

Bisa jadi Muhammad Nazaruddin menjadi orang paling populer di negeri ini, atau paling tidak menjadi sosok yang paling sering diberitakan media massa. Bukan hanya soal sejumlah kasus korupsi yang menjeret namanya, tetapi upaya pelariannya dari proses hukum yang bisa dibilang dramatis. Berikut laporannya.

INDONESIA tidak hanya memiliki satu orang yang dinyatakan buron oleh penegak hukum. Masih ada belasan bahkan puluhan buronan yang sudah bertahun-tahun ’’diburu’’ namun hingga kini belum diketahui rimbanya. Tetapi mungkin hanya Nazaruddinlah satu-satunya buronan yang ”sadar” publikasi.

Di tempat pelariannya, pria yang baru menginjak usia 33 itu kerap berkomunikasi dengan awak media massa. Tidak hanya melalui telepon atau layanan BlackBerry Messenger. Dia bahkan pernah berinteraksi menggunakan Skype dengan aktivis media sosial, Iwan Piliang, pada 27 Juli lalu yang kemudian disiarkan oleh Metro TV.

Muhammad Nazaruddin, buronan kasus korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang akhirnya ditangkap oleh tim gabungan dari Polri, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Interpol di Kolombia, Minggu (7/8) lalu.
Dalam pelariannya, mantan bendahara umum Partai Demokrat itu sempat beberapa kali mengecoh polisi yang membuntutinya.

Mantan anggota Komisi III DPR itu meninggalkan Indonesia ke Singapura setelah namanya disebut-sebut terlibat dalam kasus proyek Wisma Atlet. Dia pergi ke Singapura dengan alasan berobat. Namun dia tak kunjung pulang ketika dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK lalu menetapkannya menjadi tersangka, dan meminta Polri memasukan nama Nazaruddin menjadi buronan Interpol.
Dari Singapura, Nazaruddin sempat berusaha mengecoh polisi seolah-olah ke Kuala Lumpur padahal dari Singapura dia langsung ke Vietnam kemudian ke Kamboja. Dengan menggunakan pesawat carteran dia kemudian terbang ke Bogota.

Di Ibu Kota Kolombia itu Nazaruddin sempat melakukan wawancara dengan Iwan Piliang melelui Skype. Wawancara itulah yang membuat polisi yakin bahwa orang yang telah dibuntuti hingga Amerika Selatan itu adalah, Muhammad Nazaruddin. Sayang, pada saat polisi menyergap ke lokasi itu, buronan KPK tersebut berhasil lolos.
“Kami sudah menemukan tempatnya. Namun, saat disergap dia sudah bergerak,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Sutarman, beberapa waktu lalu.

Identitas Palsu
Nazarudddin dalam pelariannya didampingi istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Dia menggunakan identitas palsu atas nama Syarifuddin. Sedangkan kedua anaknya dititipkan ke kerabatnya di Kuala Lumpur. Polisi mengendus Nazaruddin menggunakan identitas palsu ketika berada di Dominika.

Proses penangkapan Nazaruddin merupakan hasil kerja keras anggota Polri yang membuntutinya, bekerjasama dengan Interpol dan polisi Kolombia. Sebelum penangkapan, Kapolri Jenderal Timur Pradopo telah mengirimkan surat permohonan bantuan penangkapan Nazaruddin ke Kepala Interpol di Prancis. Setelah berkoordinasi dengan Interpol, tim Polri kemudian berkoordinasi dengan polisi Kolombia untuk memastikan bahwa orang yang dimaksud adalah Nazaruddin. Buronan itu akhirnya ditangkap di sebuah kafe di Cartagena, sebuah kota wisata terkenal sekitar satu jam perjalanan dengan pesawat komersial dari Bogota.

Polri yakin bahwa orang yang ditangkap oleh polisi Kolombia itu adalah Nazaruddin berdasarkan 12 titik kesamaan sidik jari. Selanjutnya Polri akan melakukan tes DNA untuk memastikan bahwa orang tersebut adalah Muhammad Nazaruddin.
Tim gabungan dari Polri, KPK, Kementrian Hukum dan HAM serta Kementrian Luar Negeri telah berangkat ke Kolombia. Tim yang dipimpin oleh Direktur V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Anas Yusuf itu mendapatkan mandat untuk memproses pemulangan Nazaruddin ke Tanah Air dengan selamat.

Polri berharap pemerintah Kolombia segera mengusir Nazaruddin dengan proses deportasi. Sebab, proses deportasi lebih cepat dibandingkan proses ekstradisi. Apalagi antara Indonesia dan Kolombia tidak memiliki perjanjian ekstradisi.
Nazaruddin merupakan satu-satunya buronan yang berhasil ditangkap di luar negeri. Sisanya masih ”menikmati” pelariannya, entah masih berada di luar negeri atau sudah ongkang-ongkang di Tanah Air.  Apakah tertangkapnya Nazaruddin mampu mengungkap semua pihak yang memang seharusnya turut bertanggung jawab dan terlibat dalam sejumlah kasus yang menjeratnya, atau justru sebaliknya? Semoga para penegak hukum masih dapat memberi harapan bahwa masih ada keadilan di negeri ini. (Nurokhman Takwad, Mahendra Bungalan-35)
Sumber: Suara Merdeka, 10 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan