KPK Perluas Pembekuan Aset Milik Nazaruddin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memperluas pembekuan aset mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. ‘’Beberapa waktu yang lalu sudah disampaikan semua aset Nazaruddin yang diketahui KPK sudah dibekukan,’’ kata Wakil Ketua KPK M Jasin kepada wartawan, Selasa (9/8).

Sebelumnya, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi mengatakan pihaknya telah melakukan pemblokiran sebagian rekening simpanan uang di bank atas nama Muhammad Nazaruddin. ‘’Tadi sudah dicek, ada beberapa yang sudah diblokir rekeningnya,’’ kata Johan.

Dia menjelaskan, pemblokiran rekening itu telah dilakukan beberapa hari lalu. Namun, dia tidak bisa mengungkapkan di bank mana Nazaruddin menyimpan uangnya. Juru Bicara KPK itu hanya menegaskan bahwa aset Nazaruddin yang ditelusuri komisinya berada di dalam negeri.

‘’Tidak bisa disampaikan karena sedang asset tracing (pelacakan),’’ katanya.
Sebelumnya, Nazaruddin diketahui terbelit sejumlah kasus, bukan hanya di KPK. Di Mabes Polri dia tengah dibidik kasus Kemdiknas dan Kemenkes dan juga kasus dugaan pencemaran nama baik Anas Urbaningrum. Selain itu, di Kejati Sumbar Nazaruddin dibidik kasus dugaan korupsi di Kabupaten Dharmasraya terkait pembangunan rumah sakit.

Kasus PLN
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komunitas Anak Muda Demokrat Sejati (Kaum Demokrat Sejati) Herbert Sitorus mendesak Komisi Pemberantasasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan batu bara di tubuh PT PLN tahun 2010, yang diduga kuat juga melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

‘’Kami mendesak KPK agar mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan batu bara di PT PLN Persero yang diduga melibatkan Muhammad Nazaruddin, Pengurus DPD PD Sumatera Utara Daniel Sinambela, Ketua DPP PD Sutan Bhatoegana, serta Nur Pamudji, direktur Energi Primer PT PLN Persero. Saat ini kasus pidananya sedang ditangani Polda Metro Jaya,’’ kata Herbert dalam pernyataan persnya, kemarin.
Menurut dia, dugaan korupsi ini seperti dilupakan KPK. Padahal, kasus itu yang seharusnya bisa menjadi pusat perhatian, karena dari kejadian tersebut bisa dijadikan pemicu dalam mengungkap adanya dugaan penyimpangan kewenangan oleh anggota DPR dan Direksi BUMN.

‘’Kita melihat kasus ini merupakan persekongkolan elit partai yang berkuasa, anggota legislatif dengan direksi BUMN. Ini membahayakan pembangunan dan penegakkan hukum, bila tidak segera ditangani,’’ tegasnya. (J13,F4-25,35)
Sumber: Suara Merdeka, 10 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan