Anggota Badan Pekerja ICW, Febri Diansyah, 26 November kemarin diundang untuk menjadi narasumber diskusi di press room DPR.Diskusi bertema Century: Antara Hak Menyatakan Pendapat dan KPK.
Akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memanggil Kepala SMPN 67 terkait eksekusi putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 006/VII/KIP-PS-M-A/2010 dalam sengketa dokumen pertanggungjawaban dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di lima SMP Negeri Jakarta, termasuk SMPN 67 Jakarta Selatan.
Pemberitaan media massa dalam setahun terakhir kuyup dengan deretan tersangka korupsi berjenis kelamin perempuan. Mereka dikenal sebagai sosialita, figur publik, dan pemegang jabatan terhormat di institusi pengambilan keputusan negeri ini.
Press Rilis Indonesia Corruption Watch (ICW)
Kamis 22 Oktober 2012
Rilis Bersama
Lebih dari setahun yang lalu, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air melayangkan Notifikasi Gugatan Swastanisasi Air Jakarta kepada Pemerintah (14 September 2011). Namun hasilnya, sampai dengan hari ini, penolakan swastanisasi air tidak mendapatkan respon. Pemerintah justru lebih memilih terus melanggengkan status quo swastanisasi pengelolaan layanan air di Propinsi DKI.
Lebih dari setahun yang lalu, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air yang terdiri dari sejumlah LSM melayangkan notifikasi gugatan Swastanisasi Air Jakarta kepada Pemerintah (14 September 2011).
Indonesia Corruption Watch (ICW) selama tahun 2011-2012 telah beberapa kali melaporkan dugaan pelanggaran etika anggota DPR ke Badan Kehormatan (BK) DPR RI.
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melalukan mediasi dalam sengketa permintaan informasi laporan keuangan dan program kerja dengan partai politik. Kali ini Selasa (20/11) di kantor Komisi Informasi Pusat (KIP), mediasi antara ICW dengan Partai Amanat Nasional (PAN) difasilitasi salah satu Komisioner KIP, Amirrudin.
Hujan di bulan November ini membawa ingatan saya pada tanggal-tanggal sibuk empat tahun lalu. Bank Century, yang notabene sebuah bank kecil, ”disuntik” dana segar lebih dari Rp 6,7 triliun.
Tidak boleh ada bank gagal saat itu karena membahayakan perekonomian Indonesia. Mereka menyebutnya dengan istilah risiko dan dampak sistemik.