ICW Mendorong Pemantauan Pelaksanaan e-Procurement Oleh Masyarakat

Banyak kalangan menilai jika tingginya pelanggaran hukum disektor pengadaan barang dan jasa di Indonesia disebabkan karena prosedur tendernya yang menggunakan cara-cara konvensional. 

Untuk mengatasi persoalan tersebut kemudian muncul kebijakan untuk menerapkan e-procurement. Bagi para penganjur e-Procurement, penerapan sistem ini dianggap menutup peluang penyimpangan karena tak ada kontak langsung antara peserta tender dengan panitia pengadaan, sehingga tender akan lebih transparan, hemat waktu dan biaya serta akuntabilitasnya lebih terjaga.

Hal ini diperkuat dengan Inpres 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 yang mengamanatkan hingga Desember 2012, seluruh K/L belanja barangnya harus menggunakan e-procurement sebesar 75%. Sementara,untuk APBD, sebesar 40% belanja barang harus menggunakan sistem ini.

Namun demikian penerapan e-procurement bukan tanpa persoalan, diantaranya Pertama, ketidaksiapan personalia, sistem, dan infrastruktur. Panitia, atau PPK masih banyak yang belum bisa mengoperasikan internet, ada yang belum memiliki email, bahkan ada yang mengetik di MS Word saja tidak bisa. Hal yang sama juga terjadi untuk penyedia jasa, kebanyakan dari mereka tidak punya email. Selain itu di beberapa daerah sering terjadi pemadaman listrik sehingga proses pelelangan pun bisa terganggu bahkan batal dilaksanakan.

Kedua soal kelemahan hukum administrasi di Indonesia, pada titik tertentu sistem E-procurement ini dinilai tidak aman, karena tidak terjamin rahasianya, dan mudah diacak-acak pihak yang tidak bertanggung jawab. Kondisi ini diperparah oleh tidak adanya hukum yang mengaturnya, khususnya terkait penyelesaian sengketa yang sulit karena data ditentukan pada jam berlangsungnya pelelangan (real time).

Ketiga, meskipun sudah dilakukan secara elektronik namun masih juga ditemukan kejanggalan pengadaan barang dan jasa lewat internet selama tahun 2007. Bahkan juga ada permainan dari kelompok atau kalangan tertentu (Radar Bogor, 07 Desember 2007).

Sebagai sebuah terobosan untuk mencegah terjadinya pelanggaran sistem e-procurement tentu harus tetap di apresiasi. Dan tentu untuk mengefektifkannya memerlukan partisipasi masyarakat untuk mengawasi sekaligus memastikan pelanggaran pengadaan barang dan jasa semakin efektif, kompetitif dan bebas dari korupsi dan kolusi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dukungan The Asia Foundation (TAF) telah mengembangkan sebuah tools pemantuan. Tools ini sudah pernah dijadikan materi training di Surabaya 8 – 11 Oktober 2012. Acara itu diikuti oleh LPI Makassar, WKR Madiun, Somasi, Mataram, Formasi Kebumen, Truth Banten, Seknas Fitra Jakarta.

Selama kurang lebih 3 bulan beberapa mitra lokal ICW di beberapa daerah telah mencoba memakai tools ini. Tools ini berhasil diimplementasikan. Beberapa mitra daerah ICW telah berhasil mendapatkan temuan beberapa paket pengadaan yang diduga menyimpang.

26-28 Februari 2013 lembaga mitra yang ada di daerah ini berkumpul di Jakarta. Mereka melakukan pemantapan pemahaman atas metode pemantuan ini. Diakhir acara workshop, peserta melakukan audiensi dengan pimpinan KPK, Busyro Muqqodas.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan