Membahas topik ini, mau tidak mau mengajak kita untuk melihat sejenak tentang dimana peranan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penyelenggaraan negara. Penyelenggaraan negara sendiri telah mengalami berbagai perubahan, sejalan dengan perubahan yang terjadi didalam konstitusi negara kita, khususnya didalam konstitusi yang tertulis, yakni UUD 1945. Sebagaimana kita ketahui, perubahan-perubahan itu tidaklah sederhana. Lihatlah misalnya ketika kita memilih presiden dan wakil presiden yang untuk pertama kalinya langsung oleh rakyat seperti yang berlangsung pada 2004.
Membaca tulisan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI Baharuddin Aritonang dalam Republika (7 Maret 2005) yang berjudul BPK dan Pemeriksaan BUMD, ada beberapa hal yang perlu ditanggapi sekaligus diluruskan untuk memberikan pemahaman yang proporsional terhadap kedudukan BPK dan pengertian keuangan negara dari segi yuridisnya. Pemahaman yang kurang tepat mengandung potensi mengurangi efektivitas tujuan pemeriksaan keuangan negara dan efisiensi pengawasan pembangunan secara keseluruhan.
Salah satu yang dianggap sebagai kelebihan dari pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung (dibandingkan pilkada melalui perwakilan) adalah berkurangnya kemungkinan money politics, sebab logikanya menyuap jutaan rakyat lebih sulit dibanding beberapa puluh orang. Benarkah demikian? Menurut hemat penulis hal tersebut benar adanya, akan tetapi bukan berarti penyimpangan demokrasi yang bernama money politics ini akan berkurang secara signifikan. Bisa saja terjadi transformasi money politics jika semula kepada puluhan orang menjadi masyarakat luas (sekaligus terhadap beberapa orang yang ditokohkan dan ditaati).
Rabu, 30 Maret ini, perkara Nurdin Halid mungkin bisa diputuskan, setelah mendengar keterangan saksi ahli. Perkara ini tidak mudah, sebab kejatuhan atau kemenangannya secara tidak langsung terkait dengan kartel minyak yang terdiri dari konglomerat, BUMN (PT Perkebunan Negara) dan Badan Urusan Logostik (Bulog), serta pemerintahan Presiden BJ Habibie yang mencoba memberi peluang kepada usaha kecil menengah (koperasi). Ini bukan semata-mata soal hukum perdata tata niaga biasa, tapi telah memasuki wilayah politik.
'Jika Fatimah binti Muhammad mencuri maka akupun akan memotong tangannya.''
Kepolisian Negara RI kembali didesak agar segera menangkap tersangka koruptor dan pembobol bank, yang hingga kini masih buron. Kali ini, tepatnya pada Selasa (29/3), desakan itu dilontarkan Brigade Aksi Tangkap Koruptor melalui unjuk rasa di Markas Besar Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Kinerja polisi di Bekasi, Jawa Barat, dinilai membaik oleh masyarakat setempat. Salah satu tolok ukur membaiknya kinerja itu, sesuai dengan jajak pendapat AC Nielsen, adalah dari peningkatan frekuensi patroli di jajaran Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi, yang menjadi proyek percontohan kerja sama Kepolisian Negara RI dengan Japan International Cooperation Agency.
Berkas dakwaan milik dua mantan pimpinan DPRD Surakarta, Bambang Mudiarto dan Yusuf Hidayat, dalam waktu dekat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Surakarta. Kejaksaan Negeri (Kejari) seperti yang dikemukakan Kepala Kejari Djuwito Pengasuh SH MH, belum menyebut tanggal pelimpahannya. Dia hanya mengatakan, ancar-ancarnya dalam minggu ini, saat ditemui di Mapolwil Surakarta, kemarin.
Aksi perusakan gedung Kejati NTB dua hari lalu oleh ratusan massa mendapat perhatian serius Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Arman, panggilan akrab jaksa agung, menginstruksikan agar seluruh jajaran kejaksaan di daerah meningkatkan kewaspadaannya menghadapi teror terkait penanganan sebuah perkara korupsi.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono ternyata belum mengetahui tender pengadaan 5-6 armada helikopter angkut MI-17 senilai USD 35,2 juta di Mabes TNI-AD. Dia berjanji akan segera mengecek proses tender yang diduga menyalahi prosedur pengadaan alutsista (alat utama sistem persenjataan) tersebut.