Sejujurnya, saya terkejut dan merasa sangat prihatin ketika melakukan kunjungan kerja ke daerah di masa reses pada akhir April hingga akhir Mei 2005. Berbagai manuver dan operasi politik para calon kepala daerah, terutama yang pernah menjabat, saat menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung memperlihatkan mereka begitu ''dermawan dan murah hati''. Dalam kegiatan-kegiatan yang disebut sebagai pengajian atau pengumpulan massa semacamnya dibagikan duit ratusan ribu rupiah per orang.
DUNIA perbankan Indonesia kembali dilanda kredit bermasalah. Berdasarkan audit BPK, setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun lebih macet. Pengucuran kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut.
Departemen Pendidikan Nasional akan mengucurkan dana alokasi khusus sebesar Rp 1,3 triliun untuk perbaikan sarana pendidikan, terutama merehabilitasi bangunan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah yang memprihatinkan. Rencananya dana tersebut akan dibagikan kepada 425 kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan prioritas pada daerah-daerah tertinggal dan wilayah perbatasan negara (Kompas, 14 Maret 2005).
Suatu siang menjelang bubaran sekolah seorang rekan guru tergopoh-gopoh mendatangi penulis. Rekan tadi yang baru pulang dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran bercerita, dia baru saja diadili rekan sejawat dari lain sekolah. Menurut rekan tadi, sekolah di mana penulis mengajar dinilai akan mendidik peserta didik (siswa) sebagai polisi karena ikut campur tangan memberantas korupsi. Para rekan sejawat tadi malah wanti-wanti sebentar lagi penulis akan menuai banyak musuh. Tentu banyak pihak-utamanya pejabat negara-akan protes peserta didik setingkat sekolah menengah pertama (SMP) ikut-ikutan memberangus korupsi.
Langkah pemerintah untuk memberantas korupsi selam 30 tahun sejak kemerdekaan mendadak terhenti sejenak dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 069/PUU-II/2004, pada 15 Februari 2005. Banyak pihak menyesalkan isi putusan yang memberikan pendapat bahwa KPTPK tidak dapat mengambil alih kasus korupsi yang terjadi sebelum terbentuknya KPTPK (tanggal 27 Desember 2002) akan tetapi hanya berwenang mengambil alih kasus korupsi sejak 27 Desember 2003 (sesuai Pasal 70 UU No 30 Tahun 2002) sampai 27 Desember 2002 (sesuai Pasal 72 UU No 30 Tahun 2002). Putusan MK adalah bersifat final dan mengikat sehingga tidak ada upaya hukum lagi untuk menggugat putusan itu sekalipun secara substansial inkonsisten, menimbulkan ketidakpastian hukum, bahkan juga bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat luas.
Korupsi yang membuncah di mana-mana menunjukkan situasi sosial kita yang anomalik, yang bisa mengakibatkan pengusutan korupsi justru menjadi komoditas dan ladang subur korupsi baru. Kasus Mulyana W Kusuma dan dugaan korupsi di KPU yang anggotanya dikenal idealis yang berasal dari kampus dan LSM ternyata bisa terseret tindak korupsi, apalagi institusi lainnya.
Pada bulan Mei 2001, para petingi pemerintahan mulai tingkat pusat hingga daerah se Indonesia telah bersepakat untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Governance (selanjutnya disingkat GG)
Banyak pihak yang terperangah, terkejut dan setengah tidak percaya ketika mendengar kabar KPK menangkap basah Mulyana W Kusumah saat mencoba menyuap auditor BPK. Bagaimana mungkin orang seperti Mulyana, aktivis HAM-cum-akademisi bisa melakukan tindakan serendah itu? Juga ketika KPK mulai mengarahkan penyelidikan dugaan korupsi di KPU. Bukankah sebagian besar anggota KPU adalah akademisi dan cendekiawan yang terhormat? Bagaimana mungkin mereka melakukan korupsi?
Pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2005 dilakukan lebih awal dari jadwal normal sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa APBN-P 2005 dibahas setelah laporan realisasi anggaran semester pertama.
Dua pekan ini perhatian media massa tersedot ke kasus indikasi korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kasus kredit bermasalah Bank Mandiri. Perhatian ini disebabkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan temuannya menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR dan Kejaksaan Agung. Di tengah Komisi Pemberantasan Korupsi sedang berupaya menunjukkan taringnya pada kasus indikasi korupsi di KPU, tulisan ini terfokus pada kredit bermasalah Bank Mandiri. Utamanya karena saya menengarai adanya tujuh dampak pengungkapan kredit bermasalah itu.