KPK Audit Perusahaan Rekanan KPU

Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan audit terhadap sejumlah perusahaan rekanan Komisi Pemilihan Umum, yang diduga memberikan uang kepada lembaga penyelenggara pemilu itu. Kami menemukan petunjuk adanya pemberian kick back (biaya representasi), tapi buktinya belum ada, kata Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK, di Jakarta kemarin.

Ruki menjelaskan, audit terpaksa dilakukan karena perusahaan yang diduga menyetor belum mengakui memberikan uang kepada KPU. Dari pemeriksaan mereka belum mau terbuka, ujarnya.

Sejauh ini KPK telah memeriksa PT Pura Barutama (pemenang tender pengadaan kertas suara), PT Cipta Tora (tinta), PT Kertas Leces (kertas suara), PT Wahgo International (tinta), dan PT Survindo Indah Prestasi (kotak suara).

Menurut Ruki, ada empat tim untuk mengaudit perusahaan-perusahaan tersebut. Audit terhadap PT Kertas Leces di Jawa Timur telah dilakukan sejak kemarin (dua hari lalu), ujarnya.

Ruki mengakui, sampai saat ini penanganan kasus penyuapan dan penerimaan dana haram belum mengalami perkembangan yang signifikan. Makanya kesel aku, ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin menyatakan, ada 14 perusahaan yang memberi uang terima kasih terkait dengan pengadaan logistik Pemilu 2004. Jumlah yang terkumpul mencapai Rp 20,3 miliar.

Dana haram itu kemudian dibagi-bagikan kepada pemimpin, anggota, dan pegawai KPU dalam bentuk uang kehormatan, honorarium, dan uang kelompok kerja. Daftar perusahaan yang memberikan dana taktis itu tercatat dalam buku hariannya.

Sampai saat ini, KPK telah memeriksa empat orang anggota KPU terkait dengan kasus penerimaan dana taktis, yaitu Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, Valina Singka Subekti, dan Daan Dimara.

Kemarin giliran Daan yang diperiksa. Anggota KPU ini membantah telah menerima uang senilai US$ 105 ribu atau sekitar RP 1 miliar seperti yang dikatakan Hamdani. Uang US$ 105 ribu itu adalah lelucon, katanya.

Daan mengakui, dirinya hanya menerima gaji bulanan Rp 10 juta, honorarium, dan uang kelompok kerja yang sah. Nilai yang diterimanya beragam mulai Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Selain itu, pengajar Universitas Cenderawasih ini mengaku menerima tunjangan hari raya Rp 12 juta.

Ketua Panitia Pengadaan Sampul Suara itu juga dimintai keterangan seputar pengadaan tender sampul suara, yang diketuainya. Ia mengakui adanya penunjukan langsung yang dilakukan terhadap tiga perusahaan, karena terkait dengan kemampuan mesin mereka. Waktunya saat itu sangat mendesak karena kertasnya di Tanjung Priok, ujarnya memberi alasan.

KPK hari ini sebenarnya berencana memeriksa Hamid Awaluddin, mantan anggota KPU yang kini menjadi Menteri Hukum dan HAM. Namun, pemeriksaan terpaksa ditunda karena yang bersangkutan sedang berada di luar negeri. EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 27 Mei 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan