Orkestrasi Presiden Kendalikan Korupsi di TNI

Pengungkapan kasus korupsi pengadaan helikopter  AW 101 yang sudah mulai memperlihatkan titik terang, menunjukkan kontrol politik Presiden Joko Widodo terhadap institusi militer makin kuat dan efektif. Ini patut diapresiasi.

Para politisi sipil, bahkan politisi dari kalangan militer sendiri,  umumnya lembek dan inferior menghadapi tentara/institusi tentara.  Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, tidak memerintahkan penyelidikan menyeluruh atas dugaan korupsi pengadaan pesawat tempur Sukhoi yang muncul pada periode kepemimpinannya.

Kursi DPR dan Kompromi Kebablasan

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum memasuki tahap akhir. Salah satu isu yang cukup pelik dan menyita perhatian adalah jumlah kursi DPR (assembly size).

Dalam perkembangan pembahasan RUU antara Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, disiarkan bahwa telah ada kesepakatan menambah jumlah kursi DPR menjadi 575, bertambah 15 kursi dari jumlah kursi DPR pada Pemilu 2014.

Kompromi

Teror dan Tingkat Korupsi

Dalam sebuah kota yang dikuasai penjahat, sang pahlawan justru dianggap aneh, diasingkan, dikucilkan, diteror, dibunuh. Tesis sederhananya adalah, semakin korup sebuah negara, maka teror kepada kelompok antikorupsi dipastikan akan semakin kuat. Kecenderungan ini sangat mudah diuji jika mengacu pada fakta-fakta yang pernah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

In-Depth Analysis: BPK: Saatnya Bercermin dari OTT di Rumah Sendiri

Untuk kesekian kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, meski memasuki bulan puasa Ramadhan, komisi anti rasuah ini tidak mengendorkan operasi terhadap praktek suap. Yang terbaru adalah OTT terhadap salah seorang petinggi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, yakni auditor utama yang diduga menerima suap dari pejabat di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

In-Depth Analysis: Pansus Angket KPK Tidak Sah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Susunan pansus ini telah diumumkan pada akhir Rapat Paripurna, 30 Mei 2017. Pansus terdiri dari 16 nama yang berasal dari 5 fraksi, yaitu PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, dan Hanura, yang adalah partai-partai pendukung pemerintah.

Hak Angket DPR: Enam Masalah Pembentukan Hak Angket DPR untuk KPK

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengumumkan daftar panitia khusus atau panitia angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di akhir paripurna 30 Mei 2017. Panitia angket tersebut terdiri dari 16 nama yang berasal dari lima fraksi, yaitu PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, dan Hanura.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, terdapat enam persoalan dalam pembentukan panitia angket ini, yaitu:

Emilio Camus, BPK, dan Intosai

Dalam wawancara imajiner saya, beberapa hari, lalu almarhum Emilio F Camus menyambut baik pergantian kepemimpinan di tubuh Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak April 2017, estafet kepemimpinan di BPK beralih dari Harry Azhar Azis ke Moermahadi Soerja Djanegara.

Menurut Emilio F Camus (EFC), ketua BPK memang harus segera diganti karena Harry Azhar sudah jadi beban (liability) bagi organisasi. Selain indepedensinya diragukan karena ia juga seorang politisi, keberadaan namanya dalam Dokumen Panama telah merendahkan kepercayaan publik pada profesionalisme dan integritas BPK.

Tindakan Menghalangi Proses Hukum
Koalisi masyarakat sipil pada 2 Mei 2017 melaporkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ke KPK dengan dugaan telah melakukan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum penyidikan perkara tindak pidana korupsi (obstruction of justice).
 
Hal yang melatarbelakangi laporan tersebut adalah Fahri Hamzah dianggap telah melakukan keputusan sepihak dengan mengesahkan pengguliran hak angket saat sidang paripurna DPR, (28/4).
Urgensi TPF Novel Baswedan

Tanggal 21 Mei 2017 menjadi hari ke-40 setelah penyerangan salah seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Namun sampai saat ini pelaku teror yang telah menyiram air keras ke wajah Novel tersebut tak kunjung terungkap. Padahal sejauh ini kepolisian telah memeriksa 19 saksi.

Resensi Buku: Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia: Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi


Judul buku : Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia: Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi

Penulis : Peter Carey dan Suhardiyono Haryadi

Penerbit : Komunitas Bambu

Tahun Terbit : 2016

Jumlah halaman : Iiii+208

ISBN : 979-979-9542-32-4

Peresensi : Adnan Topan Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch

Subscribe to Subscribe to