Mahkamah Agung (MA) telah melakukan uji materi atas gugatan larangan mantan narapidana kasus korupsi, Bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan. Hasilnya, MA memutus larangan tersebut bertentang dengan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan ini membuat mantan napi tiga tindak pidana kejahatan serius di atas dapat berkontestasi di Pemilu 2019.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, pada Jumat (31/8). Ia ditahan setelah sepekan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Idrus ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan sangkaan menggunakan pengaruhnya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar dalam proyek PLTU.
Perempuan yang mencatatkan namanya sebagai musuh publik kian banyak. Terakhir adalah Eni Maulani Saragih (EMS), Wakil Ketua Komisi VII DPR. EMS dicokok KPK di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham (IM) pada minggu kedua Juli. EMS diduga terlibat kasus suap Rp 4,8 miliar dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 di Provinsi Riau. Belakangan, setelah diperiksa beberapa kali, ia dinyatakan sebagai tersangka.
SURAT TERBUKA UNTUK BAWASLU RI
Jakarta, 31 Agustus 2018
Kepada Yth.
Ketua dan Anggota Bawaslu RI,
Bawaslu RI yang kami hormati,
Pilkada 2018 telah selesai digelar. Gelombang pilkada serentak ketiga tersebut ditutup dengan prediksi berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap pemilu 2019. Perhatian publik juga cepat bergeser, dari pilkada ke pencalonan anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden. Tidak banyak dikupas, bagaimana Pilkada 2018 menghasilkan pimpinan daerah yang mampu menjawab tantangan dan membenahi pemerintahan daerah.
Pengadilan Negeri Cibinong akhirnya melayangkan panggilan terhadap Dr. Basuki Wasis untuk hadir dalam sidang besok (28/8). Agenda dalam sidang tersebut adalah pembacaan gugatan terhadap Dr. Basuki Wasis. Dr. Basuki Wasis digugat lantaran keterangannya sebagai ahli dalam persidangan kasus korupsi pemberian persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi milik PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara.
Jika tak ada aral, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akan melantik 14 pegawai setingkat eselon II dan III hasil mutasi di lingkungan KPK pada 24 Agustus. Namun, santer terdengar, rencana itu dapat penolakan keras dari Wadah Pegawai (WP). Pasalnya, kebijakan utak-atik posisi pegawai tidak didasarkan pada pertimbangan terang dan jelas. Prahara sedang terjadi di KPK, pimpinan dan WP berhadap-hadapan.
Karena perhatian nasional akhir-akhir ini terkonsentrasi pada isu capres-cawapres, keaktifan kembali penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan relatif luput dari perhatian publik. Padahal, pada hemat saya, KPK sebagai lembaga dan Novel dan kolega penyidik di dalamnya selama ini telah bertindak sebagai ”jantung” program Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Pimpinan KPK Jangan Berlaku Sewenang-Wenang!
Pada 13 Agustus 2018, publik dikejutkan oleh isu mengenai rotasi 15 Pegawai KPK. Rotasi para pejabat eselon II dan eselon III tersebut diduga dilakukan dengan cacat prosedural dan tidak transparan. Polemik ini merupakan sebuah coreng gelap di wajah KPK yang selalu mempromosikan sistem merit, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada Kementerian/ Lembaga lain.
Siaran Pers ICW
Rencana rotasi terhadap 14 pejabat di lingkungan internal KPK menimbulkan polemik dan kritik sejumlah pihak. Alih-alih menjadi bahan evaluasi Ketua KPK Agus Rahardjo meminta pihak luar KPK tidak ikut campur terkait persoalan internal tersebut.