Pada 4 Juli 2018 Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan Ngobrol Santai Antikorupsi: Keadilan Bagi Pejuang Lingkungan bertempat di Kantor ICW. Hadir sebagai narasumber yaitu Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK); Dr. Sugeng Priyanto, M.Si, Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); serta Zenzi Suhadi, selaku aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (30/6) lalu secara resmi menerbitkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI dan DPRD Kabupaten/kota. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut adalah larangan mantan terpidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilihan Umum 2019. Aturan ini sejak awal ditolak oleh sejumlah elit Partai Politik (Parpol), Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pengawasan Pemilu.
Selasa (3/7/2018) malam, suasana di Aceh kelam dan mencekam. Beredar kabar dari grup Whatsapp terkait penangkapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, oleh KPK di dua tempat berbeda.
Kementerian Hukum dan HAM akhirnya mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI dan DPRD Kabupaten/ Kota. Pengundangan yang dituangkan dalam Berita Negara No. 843 Tahun 2018 ini seharusnya mengakhiri perdebatan legalitas PKPU sebagai produk hukum secara prosedur.
Politik uang masih tetap menjadi ancaman dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak jilid tiga. Jumlahnya makin banyak menjelang hari pemungutan suara.
PENGUMUMAN PENDAFTAR SEKOLAH ANTIKORUPSI (SAKTI)
INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW) 2018
YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI ADMINISTRASI
- Berdasarkan hasil Rapat Pleno Panitia Seleksi SAKTI dan tim internal ICW pada hari Senin tanggal 2 Juli 2018, nama-nama yang dinyatakan lulus seleksi administrasi adalah sebagai berikut:
No. |
MENGAPA WEBSITE ICW
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah lembaga swadaya masyarakat yang didirikan sejak 20 tahun lalu atau tahun 1998 lalu dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam mewujudkan sistem birokrasi, hukum, sosial, politik dan ekonomi yang berkeadilan sosial dan bersih dari korupsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, ICW melakukan sejumlah kegiatan antikorupsi seperti kajian, kampanye, pelatihan, pemantuan kinerja, pemberdayaan dan pendidikan masyarakat serta mengungkap adanya praktek korupsi.
Desakan bagi penuntasan kasus skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia terus disuarakan oleh berbagai kalangan.
Tulisan Emerson Yuntho berjudul ”Quo Vadis Skandal Korupsi BLBI” (Kompas, 5/6/2018) adalah salah satunya. Tidak diragukan, ajakan ini perlu diapresiasi. Namun, tentu tetap berpegang pada ketentuan atau kondisi ketika kebijakan itu dibuat pada waktu itu di awal 1997.
Pilkada serentak yang dilaksanakan di 171 daerah di Indonesia menyisakan pertanyaan, bisakah pemimpin di daerah ini dihasilkan tanpa harus menggunakan politik uang?
Pertanyaan ini kerap muncul di setiap pilkada karena faktanya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) memang kesulitan mengantisipasi kegiatan politik uang baik yang dilakukan pasangan calon maupun tim sukses.
Sampai saat ini belum ada kepastian hukum bagi seorang pelaku tindak pidana yang telah bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar sebuah kejahatan.
Kesimpulan ini terlihat dari putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman bagi dua terdakwa kasus korupsi KTP-el, Irman dan Sugiharto, serta putusan pengadilan tinggi yang mencabut status justice collaborator (JC) terhadap Andi Agustinus, terdakwa korupsi KTP-el lain. Padahal, ketiga orang itu dinilai layak dan pantas oleh KPK untuk mendapatkan status JC sekaligus keringanan hukuman.