Surat Terbuka Untuk Bawaslu RI

SURAT TERBUKA UNTUK BAWASLU RI

Jakarta, 31 Agustus 2018

Kepada Yth.

Ketua dan Anggota Bawaslu RI,

 

Bawaslu RI yang kami hormati,

Terpilihnya Tersangka Korupsi dalam Pilkada 2018

Pilkada 2018 telah selesai digelar. Gelombang pilkada serentak ketiga tersebut ditutup dengan prediksi berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap pemilu 2019. Perhatian publik juga cepat bergeser, dari pilkada ke pencalonan anggota legislatif, presiden, dan wakil presiden. Tidak banyak dikupas, bagaimana Pilkada 2018 menghasilkan pimpinan daerah yang mampu menjawab tantangan dan membenahi pemerintahan daerah.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi: Tolak Gugatan Terhadap Saksi Ahli!

Pengadilan Negeri Cibinong akhirnya melayangkan panggilan terhadap Dr. Basuki Wasis untuk hadir dalam sidang besok (28/8). Agenda dalam sidang tersebut adalah pembacaan gugatan terhadap Dr. Basuki Wasis. Dr. Basuki Wasis digugat lantaran keterangannya sebagai ahli dalam persidangan kasus korupsi pemberian persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi milik PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) di pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. 

Hentikan Prahara di Tubuh KPK

Jika tak ada aral, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akan melantik 14 pegawai setingkat eselon II dan III hasil mutasi di lingkungan KPK pada 24 Agustus. Namun, santer terdengar, rencana itu dapat penolakan keras dari Wadah Pegawai (WP). Pasalnya, kebijakan utak-atik posisi pegawai tidak didasarkan pada pertimbangan terang dan jelas. Prahara sedang terjadi di KPK, pimpinan dan WP berhadap-hadapan.

Novel Baswedan dan Revolusi Mental

Karena perhatian nasional akhir-akhir ini terkonsentrasi pada isu capres-cawapres, keaktifan kembali penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan relatif luput dari perhatian publik. Padahal, pada hemat saya, KPK sebagai lembaga dan Novel dan kolega penyidik di dalamnya selama ini telah bertindak sebagai ”jantung” program Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

Pimpinan KPK Jangan Berlaku Sewenang-Wenang!

Pimpinan KPK Jangan Berlaku Sewenang-Wenang!

Pada 13 Agustus 2018, publik dikejutkan oleh isu mengenai rotasi 15 Pegawai KPK. Rotasi para pejabat eselon II dan eselon III  tersebut diduga dilakukan dengan cacat prosedural dan tidak transparan. Polemik ini merupakan sebuah coreng gelap di wajah KPK yang selalu mempromosikan sistem merit, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia pada Kementerian/ Lembaga lain.

Pimpinan KPK Berpotensi Langgar Hukum dan Etika

Siaran Pers ICW 

Rencana rotasi terhadap 14 pejabat di lingkungan internal KPK menimbulkan polemik dan kritik sejumlah pihak. Alih-alih menjadi bahan evaluasi Ketua KPK Agus Rahardjo meminta pihak luar KPK tidak ikut campur terkait persoalan internal tersebut.  

Koalisi Masyarakat Sipil Menganugerahkan Trofi Kepada ATR/BPN Sebagai Lembaga Yang Tidak Transparan

Koalisi yang terdiri Greenpeace Indonesia, Forest Watch Indonesia, Indonesian Corruption Watch, dan PERDU Manokwari melakukan unjuk rasa di depan kantor ATR/BPN, menuntut ATR/BPN mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA), karena lebih dari satu tahun, ATR/BPN mengabaikan perintah MA untuk membuka HGU kelapa sawit. Komisi Informasi Provinsi Papua juga telah memutuskan informasi HGU perusahaan sawit harus dibuka ke publik, setelah Lembaga Bantuan Hukum Papua memenangkan gugatan informasi atas Kantor Wilayah BPN Papua.

Reorientasi Pemberantasan Korupsi

Upaya memerangi korupsi tampaknya masih harus berhadapan dengan suasana batin yang bercabang dan terbelah, antara keinginan untuk cepat menanganinya dan kepentingan jangka pendek dari para pemegang kebijakan publik.

Panduan Penggunaan OPENTENDER.NET
Proses pengadaan barang dan jasa yang konvensional memang mengandung banyak kelemahan. Akibat kelemahan ini potensi korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa jadi sangat tinggi. Selain membuat tidak tercapainya efisiensi anggaran juga memicu timbulnya suap, di mana suap ini seringkali menjadi modus korupsi paling tinggi.
 
Inefisiensi anggaran terjadi dalam dua hal. Pertama terjadi karena harga kontrak terendah dalam sistem pengadaan yang konvensional sulit diperoleh. Kedua karena proses pengadaan dengan cara konvensional sendiri sudah berbiaya mahal.
Subscribe to Subscribe to