ICW Ingatkan Mantan Napi Korupsi Dilarang Maju Pilkada

Foto tagar.id
Foto tagar.id

Koruptor tidak boleh lupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan narapidana korupsi dilarang maju dalam pilkada lewat putusan MK Desember 2019 lalu.

Tahapan Pilkada Serentak 2020 terus digelar di tengah pandemi. Sebanyak 270 daerah akan tetap melaksanakan helatan tersebut. Pemungutan suara yang semula dijadwalkan pada September 2020 telah diundur hingga Desember 2020. Dalam proses itu, kita tidak boleh melupakan putusan MK yang menyatakan mantan narapidana, termasuk korupsi, untuk maju dalam kontestasi Pilkada.

MK memutuskan hal tersebut pada Desember 2019 lewat Putusan no. 56/PUU-XVII/2019. Mantan terpidana korupsi diharuskan menunggu hingga 5 tahun setelah keluar dari penjara, baru kemudian diperbolehkan untuk maju sebagai kepala daerah. Putusan itu mengabulkan permohonan yang diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pemilu). Ketika itu ICW dan Perludem mengajukan uji materi terhadap UU nomor 10/2016 tentang Pilkada.

Tentu kita juga tidak lupa, terdapat preseden bahwa mantan napi korupsi yang kembali menduduki jabatan kepala daerah mengulangi perbuatannya. Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil, dua kali terjerat kasus korupsi. Pada Desember 2015 ia menyelesaikan hukumannya akibat terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan. Terpilih kembali sebagai kepala daerah pada 2018, di tahun yang sama ia terjerat kasus suap pengisian jabatan.

Pelarangan mantan napi korupsi juga telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) no 1 tahun 2020. Pada peraturan sebelumnya, KPU memang mengizinkan mantan napi korupsi untuk maju. Namun dengan adanya putusan MK, KPU mengubah peraturan tersebut. Peraturan KPU tersebut menegaskan pelarangan bagi seluruh mantan narapidana untuk ikut serta dalam kontestasi pilkada.

Fakta-fakta yang disebutkan sudah semestinya menghentikan niat mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah. Seluruh pihak juga harus patuh terhadap putusan MK. Partai politik tidak boleh mengusung mantan narapidana korupsi. Penyelenggara pemilu harus ikut patuh dan berhati-hati dalam memeriksa berkas pencalonan. Warga sebagai pemilih juga harus ikut mengawasi untuk memastikan koruptor tidak maju sebagai calon kepala daerah.

Pelarangan mantan napi korupsi untuk maju sebagai calon kepala daerah adalah hal penting. Kepala daerah harus merupakan sosok yang memiliki integritas dan kapasitas. Pilkada sebagai proses menentukan pemimpin harus dapat memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Jika mantan napi korupsi maju sebagai calon kepala daerah, maka cita-cita itu akan tercoreng.

 

Indonesia Corruption Watch

Jakarta, 30 Juli 2020

Donal Fariz – Egi Primayogha

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan