Seandainya pemerintah transparan soal alasan perubahan tarif jalan tol, reaksi kemarahan dan keputusasaan masyarakat pasti tidak akan sedramatis sebagaimana yang telah terjadi.
Baru-baru ini pengadilan menjatuhkan putusan atas dua mantan presiden di Asia Tenggara. Soeharto, penguasa otoriter rezim Orde Baru, dinyatakan oleh Mahkamah Agung menderita pencemaran nama baik atas pemberitaan majalah Time. Atas pemuatan artikel tersebut, majalah Time dikenai sanksi denda Rp 1 triliun serta harus meminta maaf di media papan atas baik dalam maupun luar negeri.
Kita tidak ingin lembaga terhormat di negeri ini tersungkur hanya di tangan kelompok yang antitransparansi dan akuntabilitas. Mahkamah Agung (MA), misalnya, belakangan lembaga tinggi negara ini justru tumbuh dan dikenal dalam personifikasi negatif.
Lembaga ini tidak sementereng KPK.
MA dikhawatirkan akan menutupi penyelewengan keuangan.
Meskipun penelusuran aset mantan Presiden Soeharto bukan perkara mudah, pemerintah harus mengklarifikasi pengumuman Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia mengenai aset negara sebesar 15 miliar-35 miliar dollar AS yang diduga dikorupsi Soeharto dan dilarikan ke luar negeri.
Untuk mengoptimalkan reformasi birokrasi di Mahkamah Agung, lembaga itu harus berani semakin terbuka terhadap pengawasan dari luar. Pengawasan itu jangan dilihat sebagai suatu bentuk tekanan, tetapi terutama sebagai upaya memperkuat citra dan kemandirian lembaga peradilan.
Surachmin, calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, menentang pernyataan Anwar Nasution, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyudutkan dirinya. Itu adalah suatu upaya pembunuhan karakter dan melanggar hak asasi manusia dalam pencalonan saya sebagai calon pemimpin KPK, ujar Surachmin saat menyampaikan keterangan pers yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta kemarin.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengaku lebih mementingkan berapa banyak aset negara yang dapat dikembalikan melalui proses hukum kasus dugaan korupsi dana PT Asabri ketimbang mengenai berapa banyak jenderal TNI yang
Anggota Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Hikmahanto Juwana mengatakan, pihaknya tidak mau terlibat dalam polemik terkait komentar dan protes Ketua Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Anwar Nasution dengan calon pimpinan KPK, Surachmin.