Tito Pranolo Dituntut Tujuh Tahun Penjara
Mantan Kepala Pusat Jasa Logistik Perusahaan Umum Bulog Tito Pranolo dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan impor sapi dari Australia pada 2001.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, ujar jaksa penuntut umum M. Syafei dalam sidang yang dipimpin hakim Wahjono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Jaksa menilai Tito bersalah karena telah membubuhkan tanda tangan dalam berita acara penyerahan dan penerimaan sapi potong. Padahal terdakwa mengetahui penandatanganan itu tidak benar. Sebab, tidak ada penyerahan secara fisik sapinya dan tidak disertai dokumen kepemilikan, ujar Syafei. Selain itu, jaminan pengadaan sapi tersebut terbukti fiktif.
Kasus itu sendiri bermula dari penyediaan daging sapi untuk kebutuhan hari besar keagamaan pada 2001. Saat itu Bulog membentuk tim monitoring penyediaan daging sapi yang dipimpin Tito Pranolo.
Kemudian, Bulog bekerja sama dengan perusahaan, yakni PT Surya Bumi Manunggal dan PT Lintas Nusa Pratama. Surya Bumi mendapat kontrak Rp 4,9 miliar untuk pengadaan 1.000 ekor sapi, sedangkan Lintas Nusa mendapat kontrak Rp 5,7 miliar untuk 1.150 ekor sapi.
Belakangan, impor itu diketahui fiktif. Akibatnya, negara dirugikan Rp 10,1 miliar. Sesuai dengan laporan audit investigasi BPKP 14 Juni 2004, kata Syafei dalam persidangan.
Seusai sidang, Tito menyatakan tidak bersalah. Dia mengaku memang melakukan penandatanganan berita acara penyerahan dan penerimaan sapi potong fiktif itu. Masak, menandatangani saja menjadi perbuatan melawan hukum, ujarnya kepada Tempo. Tuntutan ini terlalu dipaksakan. Tidak ada pasal yang saya langgar dengan melakukan penandatanganan.
Sementara itu, dalam sidang terpisah, empat pejabat Bulog lainnya dituntut enam tahun penjara dan denda masing-masing Rp 200 juta. Mereka adalah bekas Kepala Subdivisi Investasi Bulog Imanusafi, mantan Kepala Subseksi Pusat Jasa Logistik Bulog A. Nawawi, pensiunan Bulog Ruchiyat Soebandi, dan bekas pegawai Perum Bulog Mika Ramba Kendenan. SANDY INDRA PRATAMA
Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2007