LPSK Dikhawatirkan Tidak Optimal

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK dikhawatirkan tidak akan optimal dalam memberikan perlindungan kepada saksi dan korban akibat lemahnya koordinasi antarlembaga dalam birokrasi di Indonesia.

Kekhawatiran itu disampaikan Guru Besar Universitas Trisakti sekaligus pakar hukum Praktik Pencucian Uang, Yenti Ganarsih, dalam acara sosialisasi LPSK yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Trisakti bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia di Jakarta, Kamis (4/10).

Pembicara lain dalam acara itu adalah Adrianus Meliala mewakili Partnership, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah, dan Ketua Panitia Seleksi LPSK Harkristuti Harkrisnowo.

Menurut Yenti, peran LPSK ini sangat penting untuk mengungkap kejahatan yang terorganisasi, seperti pencucian uang, korupsi, narkoba, maupun terorisme. Namun, peran LPSK dikhawatirkan tidak optimal jika tak ada koordinasi dengan lembaga-lembaga penegak hukum lain, seperti kejaksaan, kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koordinasi antarlembaga merupakan problem yang terjadi di Indonesia. Padahal, LPSK bisa optimal jika bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain dalam melindungi saksi dan korban untuk mengungkap kejahatan yang lebih besar, kata Yenti.

Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Pansel LPSK, menjelaskan, LPSK diperlukan karena ada kemungkinan terjadinya teror dan intimidasi terhadap saksi karena tiadanya perlindungan hukum.

Selama ini aparat penegak hukum hanya melihat saksi sebagai amunisi untuk memenangkan perkara, bukan melihat saksi sebagai pihak yang harus dilindungi. LPSK diharapkan sebagai lembaga yang bisa menjembatani lembaga-lembaga penegak hukum, kata Harkristuti yang menambahkan bahwa di negara-negara lain, LPSK berada di bawah Kejaksaan Agung atau di bawah Departemen Kehakiman. (VIN)

Sumber: Kompas, 6 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan