Sebanyak 22 orang anak muda terpilih telah mengikuti Sekolah Antikorupsi (SAKTI) 2017 yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Agustus lalu. Berbeda dengan tahun 2013 dan 2015, SAKTI kali ini mendapatkan dukungan besar dari masyarakat melalui donasi publik maupun dukungan korporasi.
Kisruh internal di KPK terus berlanjut. Setelah sebelumnya Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman bersitegang dengan penyidik senior KPK, Novel Baswedan yang berujung dengan pelaporan Aris ke Kepolisian, sampai hari ini Pimpinan KPK terbelah pendapatnya atas jenis sanksi yang perlu diberikan kepada Aris Budiman atas tindakan indisiplinernya hadir dalam Pansus Angket KPK. Terakhir, beberapa penyidik KPK dari latar belakang Kepolisian disinyalir telah menghapus, merusak, dan menghilangkan barang bukti dalam penanganan kasus yang melibatkan seorang pengusaha.
Realitas perlindungan hak asasi manusia setelah Orde Baru memperlihatkan wajah paradoksal. Di satu sisi, terjadi penguatan dalam legalisasi norma-norma hak asasi di pelbagai peraturan perundang-undangan. Pada saat yang sama, muncul keresahan akibat meluasnya intoleransi terhadap perbedaan serta bangkit dan beraksinya kelompok-kelompok dengan misi memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Salah satu anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP—juga anggota Pansus KPK, Arsul Sani—mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan RUU Penyadapan. Usulan ini muncul karena aturan penyadapan di setiap lembaga penegak hukum berbeda satu sama lain.
Mengenai substansinya dikehendaki bahwa ”RUU Penyadapan berlaku terhadap semua lembaga penegak hukum, tidak ada lex specialis, dan setiap lembaga penegak hukum wajib izin ke pengadilan, termasuk KPK”. Mungkinkah menyadap tanpa seizin hakim? Apa alasannya? Bagaimana dengan hak asasi manusia orang yang disadap?
Sudah tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-Kalla) berjalan. Survei Litbang Kompas dan lembaga survei lain pada umumnya menyebutkan kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-Kalla masih cukup tinggi, khususnya di bidang hukum.
Segudang keberhasilan dan segudang kegagalan selalu dapat disajikan saat kita mengevaluasi jalannya sebuah pemerintahan. Tak terkecuali pemerintahan Presiden Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan akronim Jokowi.
Ibarat seorang mahasiswa yang harus mengambil tiga mata kuliah wajib, yaitu ekonomi, politik, dan hukum, Presiden Jokowi memperlihatkan minat yang luar biasa pada mata pelajaran ekonomi, khususnya pada pokok bahasan pembangunan infrastruktur. Di tengah lesu darah ekonomi dunia, Jokowi tetap menerjang sana menerjang sini di mata pelajaran ini.
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menimbulkan polemik. Berbagai kalangan mulai dari pegiat antikorupsi, organisasi kemasyarakatan, akademisi hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla ramai-ramai menyatakan penolakan.
Di tengah pelbagai serangan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan politikus belakangan ini, ada ide baru untuk mendorong pembentukan Detasemen Khusus Anti-Korupsi. Ide ini mengemuka dengan dukungan kuat dari politikus Senayan berupa janji fasilitas, penguatan, dan dana yang lumayan besar.