SETELAH menggelar rapat paripurna dua hari (2-3 Maret 2010), akhirnya mayoritas anggota DPR (325 suara atau 60 persen) menyatakan sikap bahwa penalangan dana Bank Century (2008) bermasalah. Sejumlah pejabat pun harus bertanggung jawab. Sikap ini dipilih kelompok "oposisi plus", yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, bekerja sama dengan Partai Golkar, PKS, dan PPP.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pimpinan Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi. Alasannya, Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tersebut tidak punya nilai guna atau tidak lagi urgen saat ini. Apalagi pasca-kembalinya Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah ke KPK.
Namun, di sisi lain, fraksi Partai Demokrat tetap bersikukuh bahwa perppu bertujuan untuk menyelamatkan KPK (Kompas, 2/3). Dengan demikian, siapa pun yang menolak sama artinya sedang menggembosi KPK. Mana yang benar?
Pengajuan Peraturan Pengganti UU (Perpu) No 4 Tahun 2009 tentang penunjukan tiga pimpinan sementara KPK sebagai UU ditolak DPR. Konsekuensinya, Tumpak Hatorangan yang selama ini menjabat Plt ketua KPK secara cepat atau lambat harus hengkang dari KPK. Karena itu, pasca penolakan tersebut, praktis kendali langsung KPK berada di tangan empat pimpinan KPK yang masih ada.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK hanya berusia 162 hari. Penolakan Perppu oleh Komisi III DPR bukanlah sesuatu yang aneh jika ditilik dari konstruksi konstitusi. Karena, memang sudah menjadi kewenangannya berdasarkan Undang-Undang 10 Tahun 2004. Akan tetapi, di balik penolakan ini, patut ditakutkan bahwa DPR tengah menyuguhkan ancaman deligitimasi terhadap KPK. Akankah sejarah berulang?
- DPR Antiklimaks; KPK Dipertanyakan -
Rilis Media: Indonesia Corruption Watch
Ketua DPR Marzuki Alie dinilai tidak becus jadi ketua DPR ketika menutup sidang sepihak dalam rapat pleno laporan pansus kasus Bank Century
Dia memang bukan politikus, melainkan pebisnis
Pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (Yudhoyono) soal kolusi bisnis-politik dapat bermakna banyak dan mengarah ke mana-mana.
Meski jelas, sindiran itu lebih sebagai reaksi sekaligus tekanan politik bagi petinggi partai politik (parpol) yang mangkir pajak.
Pernyataan itu bisa meru pakan kritikan bagi siapa saja: petugas pajak untuk kinerja perpajakan, bisnis pejabat, dan praktik kolutif di ranah kebijakan publik.
Press Release ICW dan KAKP (Koalisi Anti Korupsi Pendidikan)
Inspektorat Pemprov DKI Jakarta harus mengusut tuntas dugaan korupsi yang melanda dua sekolah (SMPN 28 Jakarta Pusat dan SDN Percontohan Kompleks UNJ). Selain itu, Inspektorat diharapkan sungguh-sungguh mengawasi dan memeriksa laporan keuangan sekolah karena ditenggarai banyak manipulasi laporan keuangan sekolah untuk menutupi kebocoran dana sekolah.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menginstruksikan kepada bagian Pemeriksaan Internal agar segera menyelesaikan hasil pemeriksaan terhadap Direktur Penuntutan Ferry Wibisono yang diduga melanggar kode etik. Hal itu karena sampai sekarang belum ada hasil pemeriksaan dari Pemeriksa Internal yang diserahkan kepada pimpinan KPK.
Ferry diduga memberikan fasilitas khusus kepada mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto seusai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anggodo Widjojo di Gedung KPK, 4 Februari lalu.