Balasan SBY Jatuhkan Martabat

Soal Barter Hukuman

Pengamat politik dari Reform Institut, Yudi Latif menilai, tindakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membalas surat Nazaruddin justru menjatuhkan martabatnya sendiri.

 ‘’Kalau benar kapasitas SBY sebagai pemimpin Demokrat sifatnya personal. Kalau membalas sebagai presiden sudah menjatuhkan martabatnya,’’ ujarnya di Jakarta, kemarin.

Mantan Dirjen Didakwa Korupsi

Kasus Kereta Hibah

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang perdana dengan terdakwa Soemino Eko Saputro, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Departemen Perhubungan (Dephub) pada era Menhub Hatta Radjasa.

JK: Kasus BLBI Juga Diungkap

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengharapkan adanya perhatian terhadap kasus-kasus korupsi lainnya agar ditindaklanjuti dan dibawa keranah hukum yang berlaku.
“Harus ada atensi yang sama pada kasus korupsi lainnya,” kata Jusuf Kalla, usai menghadiri acara penyambutan mahasiswa baru Universitas Pancasila, Senin kemarin.

Interpol Buru Nunun ke 188 Negara

Masih Misterius

Keberadaan Nunun Nurbaeti Darajatun, tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, masih misterius. Padahal pihak Interpol sudah memburu ke 188 negara anggota dalam dua bulan terakhir.

Gugat KPK, Empat Eks Politikus PDI-P Kalah

Empat mantan politikus PDI-Perjuangan, Poltak Sitorus, Max Moein, Soetanto Pranoto dan Ni Luh Mariani Tirtasari menggugat KPK dengan permohonan penghentian kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Gultom.

Namun, gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ini kandas karena majelis hakim menilai gugatan tersebut kabur.
“Gugatan tidak dapat diterima karena gugatannya harus memenuhi syarat sah secara jelas,” kata Ketua Majelis Hakim, Jupriadi dalam sidanh di PN Jakpus, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Senin (22/8).

Indonesia Didesak Ajukan Ekstradisi Neneng

Pemerintah didesak segera mengajukan ekstradisi atas Neneng Sri Wahyuni jika benar istri bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin itu berada di Malaysia. Langkah ini sangat mudah mengingat kedua negara telah menjalin perjanjian ekstradisi sejak 1974.

"Kewajiban pemerintah Malaysia untuk menyerahkan Neneng bila ada permintaan dari pemerintah Indonesia," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, seperti dikutip dari Antara kemarin.

Garreth diindikasikan mengurus pelarian Nazaruddin

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kolombia, Michael Manufandu, membantah jika dikatakan menerima duit dari Muhammad Nazaruddin. Dia juga menyangkal jika disebut memberi bantuan selama bekas mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dalam pelarian. "Itu tidak benar, saya tidak pernah menjanjikan itu," kata Manufandu saat dihubungi Tempo kemarin malam.

Nazar ditangkap Interpol di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus lalu, karena mengantongi paspor yang bukan atas nama dia. Tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang ini juga buron Komisi Pemberantasan Korupsi.

Manufandu Sangkal Terima Duit dari Nazar

Duta Besar Republik Indonesia untuk Kolombia, Michael Manufandu, membantah jika dikatakan menerima duit dari Muhammad Nazaruddin. Dia juga menyangkal jika disebut memberi bantuan selama bekas mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu dalam pelarian. "Itu tidak benar, saya tidak pernah menjanjikan itu," kata Manufandu saat dihubungi Tempo kemarin malam.

Nazar ditangkap Interpol di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus lalu, karena mengantongi paspor yang bukan atas nama dia. Tersangka kasus suap wisma atlet SEA Games di Palembang ini juga buron Komisi Pemberantasan Korupsi.

SBY Minta Nazar Bicara

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Muhammad Nazaruddin bicara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Tersangka kasus suap wisma atlet ini juga diminta menyerahkan semua data tentang kasus korupsi kepada penyidik. "Agar semua menjadi jelas dan tuntas," tulis Presiden dalam surat balasannya kepada Nazaruddin yang dikirim kemarin.

Enam Celah Suburkan Mafia Anggaran di DPR

Indonesia Corruption Watch mengidentifikasi sedikitnya ada enam celah yang menyuburkan praktek mafia anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila peluang itu tak segera ditutup, dikhawatirkan bakal semakin terbuka lantaran kian maraknya praktek korupsi di parlemen.

Menurut Abdullah Dahlan dari Divisi Peneliti Korupsi Politik ICW, praktek itu antara lain terjadi pada sejumlah alat kelengkapan Dewan, seperti Badan Anggaran dan komisi. "Jika tak diperbaiki, akan semakin menganga," ujar Abdullah kemarin.

Subscribe to Subscribe to