Enam Celah Suburkan Mafia Anggaran di DPR

Indonesia Corruption Watch mengidentifikasi sedikitnya ada enam celah yang menyuburkan praktek mafia anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila peluang itu tak segera ditutup, dikhawatirkan bakal semakin terbuka lantaran kian maraknya praktek korupsi di parlemen.

Menurut Abdullah Dahlan dari Divisi Peneliti Korupsi Politik ICW, praktek itu antara lain terjadi pada sejumlah alat kelengkapan Dewan, seperti Badan Anggaran dan komisi. "Jika tak diperbaiki, akan semakin menganga," ujar Abdullah kemarin.

Menurut dia, celah itu meliputi bertambahnya kekuasaan Dewan dalam penganggaran, kewenangan Dewan menentukan besaran plafon anggaran, adanya ruang "gelap" dalam tahap penyusunan anggaran, dan memunculkan pos alokasi di luar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Peluang berikutnya, kata dia, tidak adanya rapat dengar pendapat yang melibatkan publik serta terjadinya ketimpangan antara rencana alokasi dan kebutuhan daerah. "Satu celah lagi: praktek 'memancing uang dengan uang' atau jual-beli alokasi anggaran," kata Abdullah.

Dia menambahkan, ketika daerah mengusulkan anggaran, harus membayar fee lebih dulu kepada anggota Dewan. "Karena itu, DPR harus segera mereformasi sistem dan mekanisme pembahasan anggaran. Buka akses informasi seluas-luasnya kepada publik terkait dokumen maupun proses pembahasan," Abdullah menyarankan.

Kasus suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang dengan tersangka Muhammad Nazaruddin, kata dia, merupakan contoh mutakhir. Selain sebagai anggota DPR, kata Abdullah, Nazar anggota Badan Anggaran. Ronald Rofriandri, Koordinator Divisi Advokasi Pusat Studi Hukum Kebijakan, mengatakan, "Kasus ini ibaratnya baru pucuk gunung es. Yang lainnya masih banyak."

Roy Salam, Koordinator Divisi Hukum Politik Anggaran Indonesia Budget Center, berpendapat peluang Dewan memainkan anggaran sebaiknya ditutup. Caranya, DPR membuka akses seluas-luasnya mulai dokumen pengajuan, proses, sampai informasi pembahasan anggaran kepada publik. "Disusul dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan tindakan preventif," kata Roy.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Harry Azhar Azis mengatakan praktek mafia anggaran di institusinya dapat diberantas dengan dibentuk panitia khusus, bukan panitia kerja. "Kalau pansus bisa mengatasi seluruh komisi. Sedangkan panja dibentuk di mana, di komisi apa, tugas panja seperti apa," kata dia ketika dihubungi pekan lalu.

Harry menjelaskan, jika pemberantasan mafia anggaran DPR melalui panitia kerja, syaratnya harus dibentuk oleh komisi terkait. Terhadap dugaan mafia anggaran dalam kasus wisma atlet, kata dia, pembentukan panitia kerja mau tidak mau diperankan oleh Komisi Olahraga DPR. "Maka jelas akan ada conflict of interest. Dalam paripurna nanti, saya akan mengusulkan dibentuk pansus saja," ujar dia. l MUHAMMAD TAUFIK
 
Sumber: Koran Tempo, 22 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan