Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang baru saja dilansir Transparency International menjelaskan nasib pemberantasan korupsi yang tidak menentu dan bahkan mengalami kemunduran. Skor CPI dan peringkat global Indonesia turun drastis, dari skor 40 pada tahun lalu menjadi hanya 37 pada 2020. Sementara peringkat global Indonesia dari 85 dunia kembali turun menjadi 102. Data TI ini menjelaskan bahwa politik hukum pemerintah semakin menjauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi.
Pada akhir Januari 2021, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis resmi purna tugas. Sebagai salah satu penegak hukum yang ditugasi memberantas korupsi, setiap kandidat calon Kapolri menjadi penting untuk dicermati. Hal ini untuk memastikan agenda pembenahan internal serta penindakan kasus korupsi dapat berjalan maksimal di masa yang akan datang.
Pimpinan KPK kembali menuai kontroversi. Pada hari ini, Ketua KPK, Firli Bahuri, melantik 38 pejabat struktural yang akan mengisi pos-pos strategis di lembaga anti rasuah tersebut. Pelantikan itu menjadi tindak lanjut dari pengesahan Peraturan Komisi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kelola KPK (PerKom 7/2020). Sebagaimana diduga sebelumnya, tindak lanjut dari PerKom tersebut diyakini akan memiliki implikasi serius pada beberapa aspek penting.
Tahun 2020 bukan waktu yang menggembirakan bagi pemberantasan korupsi. Pada periode ini, KPK telah kehilangan taji akibat revisi undang-undang yang melucuti kewenangan dan independensinya. Selama kurun waktu 2020, publik telah menyaksikan terbitnya berbagai kebijakan yang bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, mulai dari pengesahan produk hukum yang kontroversial, dikeluarkannya kebijakan penganggaran yang bermasalah, hingga penanganan pandemi Covid-19 yang rawan akan penyelewengan.
Masa depan pemberantasan korupsi semakin terancam. Implikasi atas berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut Revisi UU KPK) benar-benar telah merubah arah politik hukum anti korupsi. Alih-alih menguatkan, legislasi tersebut faktanya telah mereduksi berbagai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tak cukup di situ, problematika pemilihan hingga pelantikan komisioner periode 2019-2023 juga menjadi satu hal yang sangat krusial.
Helatan Pilkada Serentak 2020 diprediksikan akan rawan kecurangan. Di tengah kondisi pandemi covid-19, banyak warga yang mengalami kesulitan secara ekonomi. Celah itu kemudian dapat dimanfaatkan untuk melakukan praktik politisasi bansos atau vote buying. Ini diperparah dengan pengawasan publik yang cenderung lemah akibat pandemi covid-19. Selain itu, permasalahan dana kampanye juga masih tetap ditemukan dalam gelaran Pilkada Serentak 2020. Para kandidat diindikasikan tidak jujur dan tidak patuh dalam melaporkan dana kampanye.