DALAM sambutan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menilai lembaga yang ia pimpin sudah cukup berhasil dalam memerangi korupsi (9/12). Apa ukurannya dan apakah keberhasilan KPK seorang diri saja? Dua pertanyaan ini menarik untuk diselisik.
[Jangan sampai yang menang adalah yang akan jadi tersangka koruptor]
Indonesia Corruption Watch (ICW) menghimbau masyarakat untuk mewaspadai adanya politik uang menjelang pemlihan umum, yang akan digelar pada tahun 2014. Imbauan itu diterapkan lewat suatu kampanye.
"Secara prinsip ini soal pendidikan politik buat masyarakat sipil, buat voters. Kita adakan kampanye anti politik uang. Kita sudah mulai kampanye," kata aktivis ICW, Tama S. Langkun, Minggu 8 Desember 2013.
Berbagai kalangan terus mengecam dan menolak uji materi yang meminta BUMN dipisahkan dari keuangan negara. Nantinya, pemisahan ini membuat lubang korupsi di BUMN potensial semakin terbuka lebar, BUMN kebal dari audit BPK, dan segala kejahatan melibatkan BUMN tidak dapat dijerat Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korsup – singkatan dari koordinasi-supervisi, adalah fungsi yang dijalankan KPK bersama kepolisian dan kejaksaan. Ia sama pentingnya dengan penindakan. Tapi hingga saat ini, pelaksanaan korsup belum optimal. Rupanya, isi Surat Kesepakatan Bersama yang mengatur korsup bermasalah.
“Dari ribuan kasus yang masuk ke KPK setiap tahun, Divisi Korsup KPK hanya punya enam orang petugas,” ujar Tama S. Langkun, peneliti ICW, dalam konferensi pers di kantor ICW, Jumat (29/11) lalu.
Mahkamah Konstitusi didesak jangan mengabulkan permohonan uji materi Forum Biro Hukum BUMN yang meminta BUMN dipisahkan dari keuangan negara. BUMN bisa makin jauh dari jangkauan pemberantasan korupsi. Apalagi jelang pemilu 2014, BUMN rawan dibajak untuk syahwat politik. Muka mahkamah pun jadi taruhan.
Korupsi dalam proses pemilihan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pemilukada malah menghasilkan kepada daerah korup. Praktek korupsi sudah terjadi sejak dalam pengumpulan modal pemenangan. Kandidat mengandalkan uang ‘haram ‘dan ‘subhat’ yang berasal dari sumbangan pihak ketiga. Selain itu, modal pemenangan pun bisa berasal dari sumber daya dan dana negara seperti APBN dan APBD.
Minggu lalu, ICW dan YLBHI menghadirkan ahli Profesor Saldi Isra dan saksi Wahyudi Djafar pada sidang gugatan Keputusan Presiden tentang penetapan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Rabu lalu (13/11). Saldi menyatakan penetapan Patrialis “cacat prosedural” dan Presiden SBY “inkonsisten dalam bersikap soal hakim MK.”
“Presiden inkonsisten,” tutur Profesor Saldi Isra, kala memberikan keterangan ahli dalam sidang gugatan
“Dana bansos rawan dipolitisasi untuk membiayai program-program populis jangka pendek untuk memenangkan pemilu,” kata peneliti ICW Abdullah Dahlan pada konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, (12/11).
Apalagi, dana bansos paling mudah disalurkan. “Di beberapa daerah, hanya tergantung momentum,” sambung Abdullah lagi. Ia menambahkan, belajar dari beberapa kasus pilkada, korupsi yang terungkap akhir-akhir ini melibatkan politisi yang memakai APBN sebagai modal.