Provinsi Kalimantan Timur mendeklarasikan diri sebagai Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi (WBK). Inisiatif pencanangan layak diapresiasi meskipun hasilnya diragukan. Ketika WBK dideklarasikan, Awang Farouk, Gubernur Kaltim, masih berstatus tersangka dalam perkara korupsi, meskipun akhirnya penyidikan dihentikan pada tahun 2013. Betulkah Kaltim sudah menjadi Wilayah Bebas Korupsi (WBK)?
-Masyarakat Sipil Akan Kawal Penanganan Kasus korupsi di Provinsi Kaltim-
Pernyataan Pers Bersama
Pada 22 Oktober 2012 lalu, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendeklarasikan pencanganan Kaltim sebagai zona integritas (ZI) menuju wilayah bebas korupsi (WBK). Inisiatif pencanangan Kaltim sebagai WBK meski layak diapresiasi meskipun hasilnya patut diragukan karena sejumlah alasan. Ketika WBK dideklarasikan, Awang Farouk, Gubernur Kaltim masih berstatus sebagai tersangka dalam perkara korupsi (meskipun akhirnya dihentikan penyidikan pada tahun 2013).
Sidang lanjutan gugatan Keputusan Presiden No. 87/P/2013 tentang pengangkatan Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta (9/10). Kuasa hukum pemerintah masih bersikeras koalisi tidak memiliki kedudukan hukum dan kerugian terkait pengangkatan Patrialis sebagai Hakim MK. Koalisi tetap pada sikap semula, pemilihan Patrialis melanggar Undang-undang Mahkamah Konstitusi.
MENJELANG 2014, ada banyak tindakan dan kebijakan irasional yang dibuat para elite dan penguasa terkait pengelolaan Republik. Hal itu di antaranya hukuman ringan bagi para koruptor di tengah masifnya tindak kejahatan korupsi, dan kebijakan pemerintah yang kian menyudutkan rakyat.
ICW menyelenggarakan diskusi tentang pasal gratifikasi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi No. 20/2001 pasca Inggris dan Uzbekistan mengkaji keberadaan dua pasal ini di kantor ICW di Jakarta, Jumat (4/10). Kedua negara menganggap pasal ini tidak tegas dan tidak jelas. Ternyata ada celah bagi koruptor untuk memanfaatkan pasal ini.
Sektor kehutanan dan perkebunan adalah primadona bagi pengusaha untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Seharusnya sektor ini juga menyumbang penerimaan pajak yang besar karena marjin laba yang cukup tinggi. Faktanya tax ratio sektoral – yaitu perbandingan penerimaan pajak sektoral disbanding PDB sektoral – justru menunjukkan sektor kehutanan dan perkebunan paling rendah, hanya sekitar 1,25%. Ini jauh di bawah rerata tax ratio nasional yang mencapai 12,7%.