Transparansi Dana Kampanye, Sandaran Kepercayaan Publik pada Partai

Integritas partai dapat dinilai dari tata kelola keuangan dan sumber pendanaannya. Semakin transparan dan mampu dipertanggungjawabkan, berarti partai semakin dapat dipercaya.

Aktivis Transparansi Internasional Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh menjelaskan bahwa laporan dana kampanye merupakan indikator penyelenggara pemilu serius mendorong akuntabilitas dan integritas pemilu.

“Indikator integritas keuangan adalah integritas dana kampanye,” kata Fahmi dalam konferensi pers yang digelar minggu lalu (4/3) di kantor ICW. Menurut Fahmi, Indonesia tengah berada dalam kegamangan.

“Citra dan integritas parlemen kita sangat buruk. Maka, keterbukaan kandidat jadi penting,” kata Fahmi. Menurutnya, pelaporan ini nantinya akan mengonfirmasi bila parpol dan caleg memang berniat terbuka pada publik.

“Kita akan melihat apakah parpol membuat laporan yang benar, identitas penyumbang sudah lengkap dan dilaporkan. Tidak ada lagi laporan fiktif,” tuturnya.  

Sebab, kata Fahmi, publik berharap laporan dana kampanye menjadi tolok ukur, terutama di daerah pemilihan.

Peneliti ICW Abdullah Dahlan menjelaskan bahwa Undang-Undang Pemilihan Umum membatasi sumbangan dana kampanye dari pihak ketiga, di mana sumbangan perorangan tidak boleh di atas Rp 1 miliar, dan badan hukum tidak boleh di atas Rp 7,5 miliar.

“Sejak awal, KPU ataupun Bawaslu segera mendaftarkan atau menyerahkan dokumen-dokumen profil caleg ke PPATK, karena dari situ akan terlihat kewenangan PPATK untuk melihat transaksi-transaksi ini apakah wajar – transaksi-transaksi yang dimiliki caleg ataupun struktur anggota partai,” kata Abdullah.

Menurut Abdullah, laporan dana kampanye merupakan cerminan kewajaran.

“Jangan sampai, caleg menyumbang untuk partai, tapi kemampuan ekonomi caleg tidak sesuai dengan nilai sumbangan yang diberikan,” tutur Abdullah.

Fahmi menilai Bawaslu dan KPU harus sadar, bahwa bekerjasama dengan PPATK sangat penting.

Selain itu, menurut Abdullah, KPU bisa meminta bantuan Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengaudit dan memeriksa kewajaran laporan dana kampanye dan meminta akses dari PPATK. Proses audit akan menunjukkan proses yang lebih substansial dan mengonfirmasi pola penyimpangan parpol.

“Karena, kalau hanya audit dokumen yang disampaikan partai, sulit melihat potensi penyimpangan oleh partai atau caleg,” kata Abdullah.

“Kalau KPU dan Bawaslu menemukan pelanggaran, Bawaslu tidak merekomendasikan sanksi bagi yang tidak menyerahkan laporan awal, maka kami koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) Transparansi Dana Kampanye, akan melaporkan penyelenggara dan pengawas pemilu yang tidak menjalankan mandat undang-undang,” tegas Abdullah.

“Ini langkah yang mungkin diambil kalau penyelenggara atau pengawas mengabaikan atau berkompromi tentang temuan-temuan ini,” Abdullah memperingatkan.  

“Penyelenggara pemiliu harus lebih serius menyikapi pelaporan dana kampanye dan segera buka nomor rekening peserta pemilu,” tambah Abdullah lagi.

Menurut Abdullah, ruang publikasi ini bukan ruang transaksi dan kompromi, tapi komitmen konsistensi penyelenggara dan pengawasan dan peserta berani menegakkan aturan. KPU dan Bawaslu sudah seharusnya memberi sanksi tegas, terutama pada partai yang tdak menyerahkan laporan awal.

“KPU tidak boleh percaya saja apa yang dilaporkan partai soal laporan dana kampanye. Penting bagi KPU dan Bawaslu untuk memverifikasi kebenaran, validitas, dan kejujuran yang disampaikan parpol,” tambah Abdullah.

Mengingat pemantauan ICW dan Transparansi Internasional Indonesia pada 2009 lalu, parpol banyak yang tidak jujur dalam melaporkan dana kampanye.

Untuk memastikan ini tidak terulang lagi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan harus melihat transaksi-transaksi yang masuk, baik struktur partai, maupun rekening-rekening khusus yang terkait pengurus-pengurus partai.

KPU dan Bawaslu, tambah Abdullah, harus mampu masuk dan memahami modus-modus pelanggaran dana kampanye dan dalam menilai kewajaran-kewajaran transaksi.

“Termasuk juga membuka dokumen-dokumen informasi ini pada publik, supaya ada instrumen pengawasan publik terhadap laporan awal dana kampanye,” tutup Abdullah.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan