Setya Novanto Harus Berhenti Sebagai Anggota DPR

Antikorupsi, 22/12/2015 - Setya Novanto didesak untuk berhenti sebagai anggota DPR RI. Penunjukan dirinya sebagai Ketua Fraksi Golkar dinilai tidak tepat.

“Akal sehat publik dilecehkan, Novanto terbukti melakukan pelanggaran etik tetapi tetap dijadikan ketua Fraksi Golkar,” ucap Donal Fariz, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW dalam konferensi pers yang diadakan Koalisi Kawal DPR di kantor ICW.

ICW Desak Komisi Informasi Memanggil Kejagung dan Mabes Polri

Antikorupsi, 21/12/2015 – ICW mendesak Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk segera memanggil Kejagung dan Mabes Polri. Hal ini dikarenakan kedua institusi tersebut mengabaikan permintaan informasi yang diminta ICW.

“Maksud baik ICW tidak direspon oleh Kejagung dan Mabes Polri, kedua institusi tidak merespon permintaan informasi,” tulis ICW dalam siaran persnya.

Kejagung dan Mabes Polri Belum Transparan

Antikorupsi, 21/12/2015 - Kejaksaan Agung RI (Kejagung) dan Markas Besar Polri (Mabes Polri) dinilai belum transparan. Hal ini terungkap setelah diabaikannya permintaan ICW mengenai data penanganan perkara korupsi.

“Sampai sejauh ini Kejagung dan Mabes Polri belum transparan,” ujar Wana Alamsyah, staf divisi Investigasi ICW menanggapi Kejagung dan Mabes Polri yang tidak memberikan data penanganan perkara korupsi sejak tahun 2010 – 2014.

ICW LAPORKAN KEJAGUNG DAN MABES POLRI KE KIP (KOMISI INFORMASI PUSAT)

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Kejagung dan Mabes Polri ke KIP (KIP) karena dua lembaga penegak hukum tidak memberikan informasi publik berupa data penanganan perkara korupsi sejak tahun 2010 sampai 2014. Selain itu, dua lembaga ini juga tidak merespon permintaan informasi anggaran serta jumlah penyidik kasus korupsi yang terdapat di Kepolisian dan Kejaksaan seluruh Indonesia.

Ratusan Orang Jemput Bambang Widjojanto di KPK

Antikorupsi, 18/12/15 – Ratusan Orang menjemput mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) di Gedung KPK. Mereka menjemput BW yang habis masa jabatannya tanggal 16 Desember lalu.

Keluar dari gedung lembaga antirasuah, BW disambut oleh publik yang telah menunggunya. BW kemudian memberikan ucapan terima kasih dan permohonan maaf atas hal yang belum ia lakukan selama ia menjadi Pimpinan KPK tahun 2011 – 2015.

Pimpinan KPK Terpilih Tidak Menggembirakan

Antikorupsi, 18/12/15 - Lima pimpinan baru akan memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama periode 2015 – 2019. Mereka terpilih melalui pemungutan suara di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (17/12). Hasil tersebut dianggap tidak menggembirakan bagi masa depan pemberantasan korupsi.

Bulletin Mingguan Anti-Korupsi: 14-18 Desember 2015

KPK 4 tahun mendatang

Pada rabu malam (17/12) Komisi 3 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR - RI), akhirnya memutuskan 5 orang yang akan mengisi kursi pimpinan KPK. Mereka adalah Alexander Marwata, Saut Sitomorang, Basaria Pandjaitan, Agus Rahardjo, dan La Ode Syarif. Tahap selanjutnya, pimpinan KPK terpilih akan diserahkan kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan (selambat – lambatnya 30 hari kerja).

Dugaan Penyalahgunaan Wewenang, ICW Penuhi Panggilan Sidang Kode Etik BPK RI

Antikorupsi, 17/12/2015 – ICW penuhi panggilan sidang kode etik BPK RI. Dalam kesempatan tersebut ICW memberikan keterangan perihal pengaduan penyalahgunaan wewenang oleh Kepala BPK RI Perwakilan DKI Jakarta Efdinal.

“Ada beberapa hal yang kami sampaikan seperti kronologis laporan, cara mendapatkan bukti data, dan hal-hal yang menjadi alasan mengapa perbuatan Efdinal masuk kategori pelanggaran etik,” ujar Wakil Koordinator ICW Ade Irawan setelah bertemu dengan Majelis Kode Etik BPK RI.

Buletin Anti-Korupsi: Update 2015-12-17

POKOK BERITA:


Basaria, Alexander, dan Surya Jadi Unggulan

Pemilihan Capim KPK: DPR Harus Menggunakan Indikator Yang Jelas

Antikorupsi 17/12/15 - Mekanisme dalam proses uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK dianggap tidak jelas. Proses pembahasan yang dilakukan oleh DPR RI tersebut dianggap terlalu tertutup sehingga tidak diketahui unsur penilaiannya.

“Indikator penilaian para calon tidak jelas, kita tidak mengetahui proses politik yang dilakukan DPR melalui partai politik masing-masing,” kata Koordinator Divisi Kampanye Publik dan Advokasi Tama S. Langkun. Sebab itu diperlukan perbaikan agar mekanisme pemilihan terukur dan lebih jelas.

Subscribe to Subscribe to