Dalam perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemerasan dengan tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, kejaksaan dihadapkan kepada buah simalakama, seperti yang diakui Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono. Namun, kutukan buah simalakama itu sebenarnya mereka buat sendiri.
Komisi Pemberantasan Korupsi selalu memiliki bukti sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Ketika menetapkan 26 anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999- 2004, termasuk Panda Nababan, sebagai tersangka kasus cek perjalanan, KPK pun mempunyai bukti.
Demikian ditegaskan Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (14/10). ”Kepada siapa saja, jangan dikerucutkan pada PN (Panda Nababan), KPK pasti memiliki bukti yang kuat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka,” katanya.
Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Hengky Baramuli, menguji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menyusul penetapan Hengky sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, yang dimenangi Miranda S Goeltom, oleh KPK.
Koalisi Pemantau Peradilan menolak calon Jaksa Agung dari kalangan internal, khususnya dari lingkup dekat Hendarman Supandji. Alasannya, kinerja Kejaksaan Agung terdahulu memiliki catatan buruk yang melemahkan upaya penegakan hukum di Indonesia sehingga diharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertimbangkan calon dari kalangan eksternal.
Hari Hak untuk Tahu (Right to Know Day) internasional, yang ditetapkan pada 2002 di Sofia-Bulgaria, oleh berbagai organisasi sipil bidang hak asasi manusia, pembangunan, dan media di dunia, jatuh pada setiap 28 September. Penetapan hari itu dimaksudkan untuk menyadarkan semua kalangan bahwa informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan adalah hak dan milik publik. Di Indonesia, DPR dan pemerintah memang telah melahirkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang efektif berlaku sejak 30 April 2010.
Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri pihak yang diduga turut menikmati dugaan korupsi penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tahun 2000-2007. Selain menetapkan Gubernur Sumut Syamsul Arifin sebagai tersangka, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga telah diperiksa terkait perkara ini.
Tim eksekutor Register 40 hingga kini masih dalam proses pembentukan meskipun pemerintah berencana melakukan eksekusi materiil bulan ini. Tim lintas instansi pemerintah itu masih akan melakukan pertemuan hingga tiga kali sebelum pelaksanaan.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Erbindo Saragih, Rabu (13/10), mengatakan, eksekusi memang direncanakan pada bulan Oktober-November 2010. ”Kami masih melakukan persiapan, belum menentukan kapan pelaksanaannya. Tetapi ancar-ancarnya bulan Oktober-November ini, secepatnya,” tuturnya.
Mahkamah Konstitusi diminta membatalkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010.
Selain karena cacat prosedural, APBN-P tahun ini juga dinilai tidak berpihak pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Hal ini bertentangan dengan konstitusi, terutama Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Panda Nababan, melawan penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan penerimaan cek perjalanan pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, yang dimenangi Miranda S Goeltom. Rabu (13/10), Panda mengadukan lima hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkara itu kepada Komisi Yudisial.
Pemeriksaan tambahan oleh Kejaksaan Agung dalam perkara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, seperti diusulkan mantan anggota Tim Delapan, tidak bisa dilakukan. Alasannya, berdasarkan aturan, pemeriksaan tambahan hanya bisa dilakukan sebelum berkas perkara lengkap, sedangkan berkas perkara Bibit-Chandra sudah dinyatakan lengkap.
”Dalam tahapan sekarang tidak mungkin kejaksaan melakukan langkah pemeriksaan tambahan,” ujar Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono seusai bertemu dua mantan anggota Tim Delapan, Todung Mulya Lubis dan Anies Baswedan, Rabu (13/10) di Jakarta.