Kasus Bibit-Chandra; Kejaksaan Agung Melawan Diri Sendiri

Dalam perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemerasan dengan tersangka Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, kejaksaan dihadapkan kepada buah simalakama, seperti yang diakui Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono. Namun, kutukan buah simalakama itu sebenarnya mereka buat sendiri.

”Pengakuan” kejaksaan itu terdapat dalam memori peninjauan kembali (PK) pada Mahkamah Agung, yang antara lain berbunyi, ”...dengan telah disidangkannya perkara percobaan penyuapan atas nama tersangka Anggodo Widjojo kepada Chandra dan Bibit oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, mengisyaratkan bahwa secara substansial SKPP telah berada pada jalur yang benar, karena perkara pemerasan yang disangkakan kepada Chandra dan Bibit dan perkara percobaan penyuapan yang disangkakan pada Anggodo tidak mungkin terjadi dalam satu fakta perbuatan yang sama”.

Ditambahkan, apabila kejaksaan melimpahkan perkara dugaan korupsi dengan tersangka Chandra dan Bibit ke pengadilan negeri, akan terjadi kerancuan tertib hukum dalam penegakan hukum.

Di bagian lain memori PK ini, kejaksaan juga mengakui, ”Perbuatan Chandra yang menerbitkan surat perintah penggeledahan PT Masaro Radiokom dan PT Masaro Korporatindo, surat pelarangan bepergian ke luar negeri atas nama Anggoro Widjojo dan kawan-kawan, dan perbuatan Bibit

yang menerbitkan pelarangan bepergian ke luar negeri atas nama Joko S Tjandra tidak ada hubungannya dengan penerimaan uang oleh Ary Muladi dari Anggoro melalui Anggodo. Sehingga, perbuatan tersangka Chandra dan Bibit tersebut dapat dikategorikan melaksanakan peraturan perundangan...”.

”Pengakuan” ini menggambarkan kejaksaan sesungguhnya ragu bisa memenangi perkara ini jika diteruskan ke pengadilan.

”Apakah dengan adanya sidang Anggodo, sidang di Mahkamah Konstitusi, dan hasil Tim Delapan (Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit dan Chandra), jaksa masih yakin? Saya ragu. Padahal, kalau menyidangkan perkara, penuntut harus yakin dulu. Saya sarankan teliti ulang. Lakukan pemeriksaan tambahan atau kalau perlu sidik sendiri,” kata Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Pelaksana Tugas Ketua KPK. Usul yang sama disampaikan mantan anggota Tim Delapan saat datang ke KPK.

Namun, Darmono menolak. Ia bersikukuh, berkas kasus Bibit dan Chandra sudah lengkap, 21, sehingga tidak ada lagi pintu masuk untuk pemeriksaan tambahan. Ia pun mengingkari memori PK yang dibuat kejaksaan.

Penolakan ini, kata Tumpak, mengingkari fakta. ”Waktu saya masih di KPK, pernah supervisi kasus PLN Borang (Sumatera Selatan) yang sudah P21 (lengkap). Kejagung melakukan pemeriksaan tambahan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 30 Ayat (1) Huruf (e) UU Kejaksaan,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu Tricahyo menilai, kejaksaan sengaja menggantung perkara Bibit-Chandra. (aik/ano)
Sumber: Kompas, 15 Oktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan