Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mengundang gugatan dari para terpidana. Syarat menjadi justice collaborator dan kewajiban membayar uang pengganti adalah hal terakhir yang ingin dilakukan oleh koruptor. Perlawanan yang kemudian menjadi parameter keresahan mereka adalah, usaha melakukan judicial review terhadap PP 99/2012.
= Perkembangan 6 Sidang Judicial Review di MK=
Rilis Media
Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konsitusi menuntut pembatalan Pencalonan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi. Koalisi menilai pencalonan ini cacat hukum dan mengabaikan rekam jejak Patrialis.
Presiden SBY dikabarkan telah menunjuk Patralis Akbar sebagai satu-satunya calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari unsur pemerintah untuk menggantikan Achmad Sodiki yang akan pensiun bulan Agustus ini. Jika tidak ada hambatan, Patrialis akan dilantik secara resmi oleh Presiden sebagai Hakim MK dari unsur pemerintah pada Agustus 2013.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar jumpa pers di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta pada Rabu, 23 Juli lalu. Koalisi mendukung pemerintah agar mempertahankan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yang mengatur soal remisi, termasuk untuk para koruptor.
Harian Kompas, 27 Juli 2013, menerbitkan artikel kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, ”KPK dan Pencucian Uang”, yang intinya menjelaskan bahwa jaksa pada KPK berwenang menuntut perkara tindak pidana pencucian uang dengan alasan bahwa Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan, een ondeelbaar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat (3) UU No 16/2004 tentang Kejaksaan RI.
Pernyataan Pers Bersama
Koalisi Masyarakat Sipil mendapatkan informasi bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menunjuk Patralis Akbar sebagai satu-satunya calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari unsur pemerintah untuk menggantikan Achmad Sodiki yang akan pensiun dalam bulan Agustus ini. Jika tidak ada hambatan, direncanakan pasca lebaran/ bulan Agustus 2013 nanti, Patrialis akan dilantik secara resmi oleh Presiden sebagai Hakim MK dari unsur pemerintah.
Perhatian publik kembali menyoroti institusi kepolisian. Kali ini terkait momentum pergantian posisi Kepala Polri, yang saat ini dijabat Timur Pradopo dan sebentar lagi akan berakhir masa jabatannya. Maka, calon pengganti mulai ditimbang-timbang.
Berdasarkan undang-undang, kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan kepala Polri berada di tangan Presiden dengan persetujuan DPR. Adapun yang dicalonkan adalah para perwira tinggi Polri yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berada di posisi siaga satu. Penilaian itu didasarkan pada ringannya hukuman yang dijatuhkan pada koruptor serta adanya hakim Pengadilan Tipikor yang terlibat dalam kasus korupsi.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho menyampaikan, selama sekitar 3,5 tahun pengadilan Tipikor berjalan, vonis hukuman yang dijatuhkan didominasi oleh hukuman ringan dengan pidana penjara di bawah lima tahun.
Sikap dua anggota majelis hakim dalam perkara impor daging dengan terdakwa Ahmad Fathonah, yang berpendapat bahwa KPK tak berwenang menuntut perkara tindak pidana pencucian uang, membuat banyak orang terkejut, apalagi adanya beda pendapat itu menjadi berita utama di beberapa media cetak nasional.
Kasus-kasus yang melibatkan anggota DPR makin bertambah. Kali ini Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melaporkan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR RI ke Sekretariat Jenderal DPR RI. Priyo diduga melanggar kode etik DPR. Menurut Erwin Natosmal, anggota koalisi dari Indonesia Legal Roundtable, “Kami melaporkan karena Priyo menyampaikan surat 9 narapidana kasus korupsi kepada Presiden SBY soal PP No. 99 Tahun 2012, tentang remisi. Priyo juga mengunjungi LP Sukamiskin pada 1 Juni lalu.”