Partai Golkar seharusnya memiliki komitmen memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, terlebih dengan posisi ketua umumnya, M Jusuf Kalla, sebagai wakil presiden. Bukan sebaliknya, Golkar justru bisa memperlemah pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, aktivis antikorupsi meminta Golkar memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi, dan menghilangkan keinginan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus korupsi mantan Presiden Soeharto segera bergulir lagi di meja hijau. Tim jaksa pengacara negara (JPN) berancang-ancang menyiapkan pendaftaran gugatan di PN Jakarta Selatan dalam beberapa hari ini.
Situasi korupsi di Indonesia memang berstatus gawat darurat, mengakar, dan menyebar.
Komitmen Mahkamah Agung untuk membuka akses informasi seluas-luasnya bagi publik dipertanyakan. Hingga saat ini masyarakat masih kesulitan mengakses putusan hakim tingkat pertama maupun yang telah berkekuatan hukum tetap.
Pada tanggal 25 Mei 2007 kemarin, Tim Perancang Paket UU Politik Depdagri telah mengeluarkan draft (versi terakhir) RUU Partai Politik. Bersambut gayung perubahan tersebut, ICW berkolaborasi dengan TI-I,
Perludem, Cetro dan IAI-KSAP mendorong perbaikan pasal-pasal dalam RUU Partai Politik, khususnya tentang Pengaturan Dana Politik.
Kalangan lembaga swadaya masyarakat atau LSM mengusulkan sejumlah nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Calon yang diajukan adalah aktivis antikorupsi, praktisi hukum, pejabat, penegak hukum, dan akademisi.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia masih menunggu draf Rancangan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi yang disusun Bappenas. Draf tersebut diperkirakan selesai Agustus, baru kemudian diserahkan kepada Dephuk dan HAM.
Koran Tempo edisi Rabu, 13 Juni 2007, memuat pendapat Arya Gunawan, yang mengatakan agar badan usaha milik negara tidak dikecualikan dari cakupan Undang-Undang tentang Kebebasan Memperoleh Informasi (KIP).
Jaksa penuntut umum membantah adanya nuansa politis dalam pengusutan perkara dugaan korupsi pengadaan buku ajar SD/MI Kabupaten Semarang 2004 Rp 3,950 miliar dengan terdakwa Bupati Semarang nonaktif Bambang Guritno. Kasus ini muncul karena peran serta masyarakat yang melaporkan kasus korupsi.