Upaya membubarkan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum lewat jalur uji materi (judicial review) oleh aktivis Petisi 28 terus menuai tolakan. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. menegaskan, objek gugatan tersebut tidak tepat alias obscuur libel.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin (21/6) menetapkan mantan Sekjen Kemenlu Sudjadnan Parnohadiningrat sebagai tersangka. Dia disangka menerima suap terkait pengesahan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) 2003-2004 untuk renovasi gedung kantor, wisma Dubes, dan rumah dinas KBRI di Singapura.
Proyek renovasi tersebut menelan biaya anggaran hingga Rp 16,4 miliar. ''KPK sudah menetapkan mantan Sekjen Deplu (sekarang Kemenlu) SP (Sudjadnan Parnohadiningrat) sebagai tersangka,'' kata Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo di gedung KPK kemarin.
Terkait Dugaan Rekayasa Kasus oleh Anggodo Widjojo
Kejaksaan Agung masih mengupayakan peninjauan kembali (PK) atas pembatalan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) Bibit-Chandra pada Mahkamah Agung (MA). Sambil menunggu putusan MA, Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah sudah bersiap.
Resmi Tersangka Kasus Mafia Pajak
Mabes Polri resmi menetapkan Maruli Pandapotan Manurung, mantan atasan Gayus Tambunan, sebagai tersangka. Hari ini (22/6) Maruli dijadwalkan diperiksa penyidik tim independen Polri. Pejabat eselon III Ditjen Pajak itu disangka dengan dugaan korupsi.
Seorang penyidik kasus itu menyebut pemeriksaan Maruli merupakan titik tolak untuk membongkar jaringan Gayus di internal aparat pajak. "Dari unsur pajak, baru M (Maruli, Red) dan Gayus yang ditetapkan sebagai tersangka. Yang lain masih saksi," kata penyidik tersebut kemarin.
Dua lagi lembaga yang dibentuk Presiden, yakni Komite Ekonomi Nasional yang disingkat KEN dan Komite Inovasi Nasional atau KIN. Personalianya pun cukup banyak, dan tentu saja semakin menambah panjang lembaga bentukan Presiden. Tujuannya tentu saja untuk membantu efektivitas kerja dan performa kabinet.
Dukungan Presiden menjadi bukti komitmen Presiden dalam pemberantasan mafia hukum.
Indonesia Corruption Watch meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih aktif dalam membantu percepatan penyelidikan kasus rekening mencurigakan yang diduga milik seorang petinggi Kepolisian RI.
"Saya harap Presiden dapat lebih aktif dalam mendukung penyelesaian kasus ini karena Presiden dulu pernah mengatakan agar menindak tegas oknum polisi nakal," ujar Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho ketika dihubungi Tempo kemarin.
Jimly Asshiddiqie hari ini akan mengajukan pengunduran diri sementara (nonaktif) sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) karena mendaftar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, pengunduran dirinya itu untuk menghindari dua kesan buruk yang akan timbul bila ia mundur secara permanen. "Kalau saya mundur permanen, nanti timbul kesan saya sudah pasti lolos (seleksi pimpinan KPK), dan kedudukan saya di Wantimpres tidak penting," kata Jimly seperti dikutip dalam pesan singkatnya kepada Tempo.
Kejaksaan Optimistis Menang
Pengacara negara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, jaksa Puji Basuki Setiono, optimistis menang dalam kaitan dengan gugatannya melawan PT Mulia Persada Pacific milik konglomerat Joko S. Tjandra, yang kini menjadi buron. "Kami bertekad bulat untuk menang," kata Puji di Bogor, Sabtu lalu.
Menurut Puji, tim yang menangani kasus ini terdiri atas tujuh jaksa dari Kejaksaan Agung. BRI juga mengajukan sita jaminan atas gedung BRI II untuk dijadikan jaminan dalam kasus ini. Sedianya gedung itu baru menjadi milik BRI setelah 30 tahun dari kesepakatan.
"Nanti saya buktikan ke pihak lain."
Investigasi majalah Tempo menemukan beberapa kejanggalan dalam laporan kekayaan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo dan keluarganya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Salah satunya, Hadi diketahui melaporkan harta kekayaannya lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Dari investigasi juga ditemukan sejumlah properti atas nama Melita Setyawati, istri Hadi, yang sama sekali tidak dilaporkan. Ada juga aset atas nama anak-anak pasangan itu yang juga tak dimasukkan dalam laporan.
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, mengakui kasus yang melibatkan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, mempengaruhi kinerja lembaga antikorupsi itu. "Energi kami jadi terbagi dari 100 persen menjadi 80 persen," kata Johan kepada Tempo kemarin.
Menurut Johan, berkurangnya energi itu berpengaruh pada kecepatan KPK dalam menyelesaikan kasus-kasus korupsi. "Biasanya KPK fokus pada kasus, sekarang jadi terbelah."