Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agaknya butuh persiapan khusus, sebelum memeriksa Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah yang menjadi tersangka kasus aliran dana Rp 100 miliar. Di antara persiapan itu, KPK harus memanggil beberapa kali para mantan pejabat BI, yang diyakini mengetahui secara rinci seputar aliran dana Rp 100 miliar itu.
Para hakim harus berpikir panjang jika bermaksud melakukan perbuatan menyimpang. Risikonya berat. Bukan hanya nama baik, karir pun dipertaruhkan.
Mantan Duta Besar RI di Malaysia Rusdihardjo membantah, ia memiliki inisiatif memungut tarif lebih tinggi untuk biaya pengurusan dokumen keimigrasian. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai tidak bisa menerangkan secara jelas apakah Rusdihardjo melakukan perbuatan itu sebagai wujud penyalahgunaan jabatan.
Sekretaris Utama Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau Bapeten Hieronimus Abdul Salam meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menimpakan kesalahan orang lain kepada dirinya. Ia merasa tak pernah merekayasa harga tanah untuk Bapeten. Harga ditentukan penjual melalui notaris Fenny Sulifadarti dan Direktur PT Hoemar Midi Wiyono.
Tersangka dugaan korupsi dana PT Asuransi Sosial ABRI atau Asabri, Tan Kian, sebaiknya datang ke Kejaksaan Agung untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang baik.
Kejaksaan menetapkan pengusaha Tan Kian sebagai tersangka dalam tiga kasus, yakni penggunaan dana PT Asuransi Angkatan Bersenjata RI (Asabri), kredit bermasalah di Bank Internasional Indonesia, dan pengambilalihan hak tagih di Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang diduga bermasalah.
Skandal aliran dana BI Rp 100 miliar mengembus dari institusi pemegang otoritas moneter tertinggi negeri ini. Setelah Sjahril Sabirin (Gubernur BI 1998-2003) terjerat kasus BLBI, kini giliran Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.
Kecuali Oey dan Rusli yang telah ditetapkan sebagai tersangka, pejabat serta bekas petinggi BI itu diperiksa sebagai saksi.