Sudah menjadi seni dan bagian dari kebudayaan, begitulah Moh. Hatta dalam Indonesian Observer, 2 Juli 1970, menggambarkan korupsi di negeri ini. Meski reformasi bergulir, penegakan hukum terhadap pelaku korupsi belum maksimal karena tingginya konflik kepentingan. Salah satu lembaga yang banyak mendapat sorotan adalah Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana laporan Koran Tempo, 27 Agustus 2007, berjudul Menyingkap Tradisi Suap di Parlemen.
Sekali lagi, lembaga pemerintahan Indonesia ternoda akibat ulah aktor-aktornya yang tak bertanggung jawab. Setelah beberapa bulan lalu pemerintah dikejutkan dengan laporan tentang tingkat korupsi tertinggi dalam lembaga eksekutif, sekarang giliran lembaga yudikatif harus menanggung beban serupa.
Terbetik berita yang sangat mengejutkan akhir-akhir ini karena ada tiga peristiwa korupsi besar atau the big fish, yaitu kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, kasus putusan Mahkamah Agung dalam kasus Neloe, dan kasus Asuransi ABRI (Asabri).
Korupsi di Indonesia memang bukan dongeng melainkan fakta yang ada di depan mata. Ia digemari banyak orang. Tidak terkecuali para pejabat negeri ini.
Kepolisian Daerah Banten menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pusat pemerintahan Provinsi Banten senilai Rp 2,4 miliar.
Bagaimana perilaku korupsi, tergambar seperti pengalaman penulis tatkala mendampingi seorang siswa baru di sebuah SMA saat registrasi. Sekolah itu mengharuskan seluruh siswa membeli bahan seragam yang dijual sekolah. Ketika daftar harganya di cek ke toko, dengan harga dari sekolah bisa digunakan membeli tiga potong bahan seragam.
Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengakui telah mengenal Yendra Fahmi sejak ia belum menjabat Menkeh dan HAM. Meski bukan rekanan yang mendapat proyek di departemen itu, Yendra memperoleh keuntungan 10 persen dari nilai proyek sistem pemindai sidik jari otomatis (automatic fingerprints identification system/AFIS).
Para pengacara yang tergabung dalam Ikatan Advokat Indonesia atau Ikadin meminta Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan memikirkan agar kasus-kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dialihkan ke peradilan umum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan bertindak tegas terhadap pejabat yang masih menerima bingkisan atau parsel di Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Tindakan tegas itu adalah peningkatan upaya KPK yang sebelumnya menekankan sikap persuasif dengan memberikan sosialisasi larangan menerima parsel bagi para pejabat.