KPK Tahan Pimpro Pengadaan Pemadam
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Rabu (12/12), menahan pimpinan proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran Provinsi Kalimantan Timur, Ismet Rusdani. KPK menemukan adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 17,12 miliar.
Humas KPK Johan Budi SP menjelaskan, Ismet ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama lebih kurang enam jam. Ia kemudian dibawa ke Rumah Tahanan Polda Metro Jaya untuk ditahan selama 20 hari.
Pada tahun anggaran 2003, Provinsi Kalimantan Timur mengadakan 29 unit mobil pemadam kebakaran dengan nilai proyek Rp 22,9 miliar. Dana itu digunakan untuk membeli mobil pemadam kebakaran tipe V 80 ASM.
Selaku pimpinan proyek (pimpro), Ismet diduga telah menerima uang suap senilai Rp 200 juta dari rekanan PT Istana Sarana Raya.
Dalam kasus yang sama, KPK telah mengajukan Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula serta menyatakan mantan Gubernur Riau Saleh Djasit sebagai tersangka. KPK juga intensif memeriksa pejabat Kota Medan, di antaranya Wali Kota Medan Abdillah dan Wakil Wali Kota Medan Ramli. Rabu kemarin, KPK juga memeriksa Ketua DPRD Kota Medan Syahdansyah Putra.
MA tolak kasasi Suwarna AF
Sementara itu, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF dan Presiden Direktur Surya Dumai Group, Martias. MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menghukum Suwarna empat tahun penjara dan Martias 18 bulan penjara.
Perkara Suwarna dan Martias ditangani oleh majelis terpisah. Suwarna ditangani oleh majelis yang dipimpin Paulus Effendi Lotulung (ketua majelis) dengan anggota Harifin A Tumpa, MS Lumme, dan Sofian Natabaya. Perkara Martias ditangani oleh Iskandar Kamil (ketua majelis), Parman Suparman, MS Lumme, Hamrad Hamit, dan Leopold Hutagalung.
Menurut Harifin, MA menilai putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi sudah benar. PT Tipikor memperberat hukuman Suwarna dari 18 bulan penjara menjadi empat tahun.
Sedangkan Martias dihukum 18 bulan dan membayar uang pengganti senilai Rp 4,6 miliar. Namun, MA memperberat hukuman uang pengganti tersebut menjadi Rp 346 miliar. (ana)
Sumber: Kompas, 13 Desember 2007