Syahril Sabirin Kucurkan Rp 15 Miliar
Anwar Nasution dan anggota Dewan Gubernur lain ikut menyetujui.
Dana bantuan hukum bagi para mantan pejabat bank sentral yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ternyata sudah dikucurkan Dewan Gubernur BI sejak di bawah kepemimpinan Syahril Sabirin. Sebelumnya telah terungkap bahwa rapat yang dipimpin Gubernur BI setelah Syahril, Burhanuddin Abdullah, memutuskan mengucurkan dana Rp 100 miliar untuk keperluan serupa dan untuk dana lobi bank sentral di Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam laporannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mensinyalir adanya tindak pidana suap di balik arus dana ini.
Sebuah dokumen yang didapat Tempo menyebutkan keputusan di masa Syahril itu diambil saat rapat Dewan Gubernur BI dengan Direktorat Hukum BI pada 20 Maret 2003. Rapat memutuskan bantuan dana Rp 15 miliar untuk tiga mantan pejabat BI, yakni Hendro Budiyanto, Heru Soepraptomo, dan Paul Sutopo.
Dari dokumen itu diketahui bantuan dana diberikan atas permintaan ketiga pejabat tersebut tiga hari sebelumnya. Uang diberikan langsung kepada yang bersangkutan dan dibebankan pada anggaran Direktorat Hukum. Ketiga pejabat dinyatakan tak perlu mempertanggungjawabkan penggunaannya.
Selain Syahril, keputusan rapat ditandatangani oleh Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution dan jajaran Deputi Gubernur BI, yakni Miranda S. Goeltom, Aulia Pohan, Bun Bunan J. Hutapea, Maman Soemantri, serta Direktur Hukum Oey Hoey Tiong.
Saat dimintai konfirmasi kemarin, Syahril membenarkan adanya rapat pada Maret 2003 itu. Namun, dia mengaku tidak ingat kapan dan apa hasilnya. Masalah itu (bantuan dana), saya tidak ingat, ujarnya. Dia mengatakan mungkin saja dia ikut menandatangani. Sewaktu menjabat, saya hanya menandatangani (dokumen) yang resmi-resmi saja, tuturnya.
Syahril menjelaskan peraturan BI membenarkan pemberian bantuan hukum bagi mantan pejabat BI yang terkena masalah hukum sampai di tingkat kasasi. Ia pun menyatakan siap memberikan keterangan jika dipanggil KPK, Kalau diperiksa, tidak apa-apa karena semuanya resmi.
Anwar Nasution pun mengaku lupa soal rapat pada Maret 2003 itu. Yang mana itu? Ia balik bertanya (Koran Tempo, 10 Desember).
Bun Bunan J. Hutapea menolak memberi penjelasan, Tanyakan ke Humas BI saja. Oey Hoey Tiong pun begitu. Saya sedang rapat, jangan diganggu, ya, katanya singkat.
Adapun Miranda Goeltom, kini Deputi Gubernur Senior BI, dan Aulia Pohan, yang sudah pensiun, tak dapat dimintai konfirmasi.
Suatu kali Aulia pernah membenarkan pengucuran dan penggunaan dana Rp 100 miliar oleh BI. Menurut dia, tidak ada yang salah dengan hal itu. Karena dana yang ada di LPPI (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia) adalah milik BI. Jadi itu bukan milik negara, katanya.
Sebulan lalu, kepada Tempo Miranda menyatakan tak tahu-menahu dan tak bisa memberikan keterangan soal kasus ini. Alasannya, keputusan itu dibuat saat dia tak lagi menjadi Deputi Gubernur BI. Tugas saya sebagai Deputi Gubernur selesai pada 17 Mei 2003, katanya.
Terkait dengan kasus aliran dana bank sentral kepada sejumlah anggota Dewan, hari ini Badan Kehormatan DPR mengagendakan pertemuan dengan Ketua BPK Anwar Nasution di gedung BPK. Eko Nopiansyah | Gunanto ES | Anne L Handayani | Karaniya D
----------------------
Tanda Tangan Sakti
Bantuan dana untuk tiga mantan anggota direksi Bank Indonesia--Hendro Budiyanto, Heru Soepraptomo, dan Paul Sutopo--ternyata sudah lahir sejak masa Gubernur BI Syahril Sabirin.
Dalam rangka melaksanakan tugas. Itulah kalimat sakti yang dipegang Dewan Gubernur Bank Indonesia saat meloloskan permintaan bantuan bagi tiga mantan anggota direksi tersebut. Berikut ini kronologinya:
17 Maret 2003:
Hendro, Heru, dan Paul mengirim surat kepada Bank Indonesia. Isinya, minta bantuan dana Rp 15 miliar selama menjalani pemeriksaan pada 1997-2003.
20 Maret 2003:
Dewan Gubernur dan Direktorat Hukum Bank Indonesia menggelar rapat untuk membahas surat itu.
Keputusannya:
1. Masing-masing pemohon mendapat bantuan Rp 5 miliar.
2. Pembayaran langsung dilakukan kepada yang bersangkutan. Sumber pendanaan dibebankan pada anggaran Direktorat Hukum.
3.Bantuan itu tak perlu dipertanggungjawabkan penggunaan kepada BI cq Direktorat Hukum. Alasannya, bantuan dana itu merupakan pengganti biaya yang sudah dikeluarkan yang bersangkutan.
4. Direktorat Hukum diminta menyediakan anggaran. Bila anggaran 2003 tak cukup, mereka diminta mengajukan Tambahan Anggaran Pengeluaran.
Mereka yang Meneken Keputusan Itu:
# Syahril Sabirin (Gubernur BI)
# Anwar Nasution (Deputi Gubernur Senior)
# Miranda S. Goeltom (Deputi Gubernur)
# Aulia Pohan (Deputi Gubernur)
# Bun Bunan E.J. Hutapea (Deputi Gubernur)
# Maman Soemantri (Deputi Gubernur)
# Direktorat Hukum diwakili Oey Hoey Tiong
Kisah Versi Anwar
Bantuan resmi BI Rp 15 miliar itu adalah bagian dari bantuan sebesar Rp 42,75 miliar. Belakangan, dana Rp 15 miliar dikembalikan sehingga bantuan dana cuma 27,75 miliar.
3 JUNI 2003
Di luar dana itu, BI menggunakan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia Rp 100 miliar. Perinciannya, Rp 31,5 miliar untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Rp 68,5 miliar untuk bantuan hukum.
NASKAH: DWI WIYANA BAHAN: BPK, Keputusan Rapat Dewan Gubernur dan Direktorat Hukum BI
Sumber: Koran Tempo, 11 Desember 2007