Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Provinsi DKI Jakarta diminta memeriksa laporan administrasi keuangan Taman Marga Satwa (TMS) Ragunan terkait perbedaan dana Rp 100 juta dalam perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2004.
Pitoyo, staf ahli bidang keuangan Bupati, yang merupakan mantan Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kabupaten Banyumas, kemarin, menyatakan dalam APBD 2001-2004 sebelum perubahan APBD 2004 ada sejumlah kejanggalan yang menyimpang dari aturan. Dugaan penyimpangan terutama pada pos yang muncul bukan atas usulan unit kerja eksekutif, seperti badan, bagian, dinas, dan kantor, melainkan setelah RAPBD dan nota keuangan yang diusulkan Bupati digulirkan ke DPRD.
Komitmen Kejaksaan Negeri Purwokerto untuk mengusut berbagai dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan APBD Kabupaten Banyumas didukung berbagai elemen masyarakat.
Pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto, yang siap mengusut dugaan penyimpangan dana APBD di Kabupaten Banyumas (Suara Merdeka, 18/8), merupakan angin segar. Itulah angin yang sangat ditunggu-tunggu warga masyarakat.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat (Kalbar), Merah Hakim SH meminta aparatnya memeriksa anggota DPRD Kabupaten Sintang. Instruksi itu berkaitan dengan dugaan korupsi dengan modus operansi membuat surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif.
Meskipun semula bersikukuh tetap tidak berkomentar soal penggunaan dana APBD Tahun 2003 dan 2004 untuk DPRD Pati, yang oleh KP2KKN Jawa Tengah diduga terjadi penyimpangan, akhirnya Ketua Dewan Wiwik Budi Santoso menegaskan, pihaknya siap mempertanggungjawabkan. Sebab, penggunaan APBD tersebut sudah sesuai mekanisme.
Pekik kemerdekaan dari berbagai penyakit yang diderita bangsa Indonesia lambat laun redam. Suara-suara pemberantasan korupsi kini kurang begitu berarti terdengar di telinga rakyat Indonesia. Sebagian masyarakat mengelus dada karena organisasi agama (NU-Muhammadiyah) sebagai gerakan moral yang bersemangat tinggi menyatakan perang terhadap korupsi, ternyata sejak Oktober tahun lalu belum terlihat dampak dan pengaruhnya. Kita masih saja tetap disebut sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia. Korupsi terjadi bukan hanya dalam organisasi pemerintah dan dunia usaha, tetapi sudah menjalar ke dalam organisasi dakwah dan agama yang kecipratan money politics dalam Pemilu 2004.
Korupsi di Indonesia sepertinya bukan lagi bersifat kasus per kasus, tetapi sudah menjadi budaya karena melanda hampir semua orang (dan lembaga) yang mempunyai kesempatan untuk melakukannya. Iklim korupsi menggelantung pada bangsa Indonesia saat ini. Tanpa menafikan orang-orang yang masih lurus, sepertinya setiap orang ingin memanfaatkan kesempatan untuk berkorupsi.
RENCANA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2005 yang disampaikan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2004 lalu memproyeksikan pendapatan negara dan hibah akan mencapai sebesar Rp 377,9 triliun yang berarti meningkat 8% atau sebesar Rp 28 triliun. Sedangkan dari sisi pembiayaan meningkat secara signifikan terutama pada anggaran belanja aparatur negara (pegawai), belanja modal, dan subsidi.
SEMENJAK kita kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) berakhir pada 2003, anggaran pemerintah selalu dibayangi tantangan dan paradigma baru. Bila pada 2004 kita dihadapkan pada upaya menuju kemandirian fiskal mengingat tidak ada lagi fasilitas penjadwalan ulang utang luar negeri melalui Paris Club seperti yang kita nikmati selama ini, maka pada tahun anggaran 2005 pemerintah sekarang ini dihadapkan pada masa transisi menuju pemerintahan baru. Selain itu dalam anggaran pemerintah tahun 2005 mulai diterapkannya sistem anggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran yang diharapkan bisa mengurangi tumpang tindih alokasi.