Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menemukan banyak sekali penyimpangan atau pelanggaran penggunaan hak/diskresi yang dimiliki aparat penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim, khususnya diskresi untuk menahan dan menjatuhkan hukuman. Polisi dan jaksa juga terlalu mudah menahan orang. Hakim memidana tidak sesuai dengan rasa keadilan pula.
Fenomena korupsi yang diduga dilakukan aparat pajak, Gayus HP Tambunan, yang menjadi makelar kasus pajak senilai Rp 25 miliar, sangat memalukan. Hal ini menunjukkan kebobrokan dan praktik kotor yang terjadi kepada aparatur pemerintahan.
Perilaku kotor dan koruptif seperti itu, menurut mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif di Jakarta, Minggu (28/3), adalah penyimpangan dan pengkhianatan serius terhadap Pancasila dan bangsa.
Hari gini tidak bayar pajak! ”Apa kata dunia?” Slogan resmi imbauan membayar pajak ini mungkin akan dibaca secara sinis pascakasus dugaan mafia pajak terungkap.
Seorang pegawai biasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak diduga memiliki rekening mencurigakan hingga Rp 25 miliar, tinggal di rumah mentereng, gonta-ganti mobil mewah, dan bahkan ”kabur” ke luar negeri.
Meski Gayus HP Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, yang terkait kasus makelar kasus di Kepolisian Negara Republik Indonesia diduga melarikan diri ke luar negeri, bukan berarti tak ada yang bisa dipetik dari kasus itu. Bahkan, belajar dari perkara Gayus, perlu dipikirkan pemeriksaan kekayaan dan pemberlakuan pembuktian terbalik untuk harta pegawai perpajakan dan penegak hukum lainnya.
Krisna Pribadi, Kepala Seksi Travel Cheque Bank Internasional Indonesia menyatakan bahwa cek yang dibagi-bagikan kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 merupakan pesanan dari Artha Graha. Pembagian cek itu dilakukan setelah Miranda S. Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang menyatakan bahwa saat ini Andi Kosasih telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Dia juga telah ditahan di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
"Ya, memang benar telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka," kata Edward Aritonang ketika dihubungi Tempo, Sabtu (27/3). Surat penahanan Andi Kosasih telah dikeluarkan penyidik pada pukul 18.00 WIB tadi dan untuk selanjutnya menjalani penahanan di Rutan Mabes Polri.
Tim Independen Kepolisian Negara Republik Indonesia, Sabtu (27/3) sekitar pukul 18.00, menetapkan Andi Kosasih sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Polisi langsung menahan dia di Markas Besar Polri.
Hal itu disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang semalam. Namun, Aritonang yang sedang berada di Sukabumi, Jawa Barat, untuk menghadiri sebuah pertemuan belum bisa menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap Andi.
Tim khusus bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait hasil kerja Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century akhirnya sampai pada kesimpulan untuk tidak akan menonaktifkan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tim beralasan, penonaktifan harus sesuai prosedur hukum yang berlaku dengan asas praduga tak bersalah.
Total dana suap yang diduga mengalir dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom diperkirakan mencapai Rp 24 miliar, dalam bentuk 480 cek perjalanan. Cek itu masing-masing senilai Rp 50 juta.
Cek perjalanan itu diterbitkan PT Bank Internasional Indonesia (BII) atas pesanan PT First Mujur Plantation and Industry melalui PT Bank Arta Graha.
Pemerintah sudah menyusun Rancangan Undang-Undang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pimpinan Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi. RUU tersebut tinggal diserahkan kepada Presiden untuk ditandatangani dan selanjutnya dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikian diungkapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Jumat (26/3), di Padang, Sumatera Barat.