Dugaan Makelar Kasus; Andi Kosasih Ditahan

Tim Independen Kepolisian Negara Republik Indonesia, Sabtu (27/3) sekitar pukul 18.00, menetapkan Andi Kosasih sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Polisi langsung menahan dia di Markas Besar Polri.

Hal itu disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang semalam. Namun, Aritonang yang sedang berada di Sukabumi, Jawa Barat, untuk menghadiri sebuah pertemuan belum bisa menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap Andi.

Polisi mengenakan Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 21, 22, dan 28; UU tentang Pencucian Uang Pasal 15, dan Pasal 456 juncto 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pemberian keterangan palsu.

Keluarga Andi semalam tampak datang ke Bareskrim Polri tempat Andi diperiksa, tetapi tak ada yang bersedia berbicara.

Erwin Ruhut Simanjuntak, salah seorang pengacara Andi dari tim OC Kaligis, menyatakan surat tersangka masih belum ditandatangani, tetapi status kliennya mengarah sebagai tersangka dan kemungkinan ditahan.

Dengan demikian, Andi sudah dua kali ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya, polisi sudah menetapkan ia menjadi tersangka dalam kasus memberikan keterangan palsu atas uang sebesar Rp 24,6 miliar di rekening pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Gayus HP Tambunan. Ketika diperiksa polisi pada tahun lalu, Andi mengaku sebagai pemilik uang itu yang ia titipkan kepada Gayus untuk membeli tanah.

Andi menyerahkan diri ke polisi pada Jumat sore, lalu pada malam harinya langsung diperiksa hingga Sabtu kemarin oleh tim yang terdiri dari polisi dan dihadiri Komisioner Komisi Kepolisian Adnan Pandu Praja. Belum ada anggota Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum hadir di sana, sementara Andi didampingi 7-8 pengacara.

Menurut Pandu yang ditemui saat meninggalkan Bareskrim Polri, tempat pemeriksaan berlangsung, dalam pemeriksaan itu ada Kapolda Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Matheus Salempang dan Direktur III Bidang Tipikor Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Yoviannus Mahar.

Puncak
Kasus Gayus HP Tambunan dinilai hanyalah puncak gunung es yang menunjukkan adanya kebobrokan sistemik di wilayah pengadilan pajak. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengantongi sebuah pengakuan Gayus sebelum kabur. Pengakuan itu, antara lain, berbunyi bahwa pengadilan pajak merupakan tempat penyelewengan.

Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Sentosa, Sabtu (27/3) di Jakarta, mengatakan, pelaku penyelewengan ini melibatkan banyak pihak. Tak hanya melibatkan polisi dan jaksa sebagaimana dituding mantan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji, tetapi juga melibatkan hakim, pengacara, dan panitera.

Sewaktu memeriksa Gayus, Satgas mendapatkan pengakuan mengejutkan. Kepada Satgas, pegawai Ditjen Pajak Departemen Keuangan itu mengungkapkan, pengadilan pajak merupakan tempat penyelewengan pegawai pajak. ”Gayus mengaku modus yang dilakukannya itu juga banyak dilakukan pegawai lain di Ditjen Pajak. Apalagi dia hanya staf subdit golongan III, pasti ada yang lain,” kata Mas Achmad.

Karena itu, menurut dia, sistem pengawasan dalam institusi perpajakan harus diperbaiki, khususnya di wilayah pengadilan pajak. Satgas, menurut Mas Achmad, telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA). ”Ternyata MA hanya mengawasi empat pengadilan, yakni pengadilan negeri, agama, militer, dan pengadilan tata usaha negara. Pengadilan pajak tidak masuk dalam wilayah mereka,” kata dia.

Hakim-hakim di pengadilan pajak itu bukan hakim karier dari MA, tetapi pensiunan pegawai pajak. Karena itu, ujar Mas Achmad, Satgas akan berkoordinasi soal masalah ini dengan MA, Depkeu, dan Komisi Yudisial.

Kecewa
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku kecewa dengan tindakan oknum jajaran Ditjen Pajak, Gayus HT Tambunan, yang dinilai mengkhianati kepercayaan masyarakat.

Dalam penjelasannya kepada Kompas, Sabtu (27/3) malam, Sri Mulyani juga menyatakan bahwa reformasi tidak menjamin semua jajaran Ditjen Pajak menjadi malaikat. ”Namun, reformasi menjamin berjalannya koreksi yang kredibel dan hukuman setimpal bila terjadi kesalahan dan kejahatan,” ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan, beda adanya reformasi atau tidak ada adalah bukan pada ada atau tidak adanya kemungkinan terjadinya kejahatan yang dilakukan aparat atau kelompok. ”Namun, dengan reformasi, kita menjamin dan pasti melakukan tindakan untuk membongkar kejahatan sampai ke akarnya,” katanya. (TRI/AIK/NTA/HAR)
Sumber: Kompas, 28 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan