DI tengah hiruk-pikuk kampanye calon presiden dan calon wakil presiden sekarang, program kerja ataupun janji-janji selalu dilontarkan. Terutama soal penegakan hukum, pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), dan usaha memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Semua merupakan isu yang bagus untuk dijual dan ditawarkan kepada para pemilih. Namun, mungkinkah program itu kelak bisa terlaksana dengan baik?
Tak hanya di Garut, Jawa Barat, dugaan korupsi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terjadi di hampir seluruh pelosok negeri. Modusnya seragam. Mereka memanfaatkan kewenangannya mengesahkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk menggelembungkan tunjangan. Ini merupakan siasat yang umum agar penghasilan mereka sebagai anggota Dewan berlipat ganda. Tapi ada juga yang dengan cara lain. Kini pesta anggaran tersebut membuat mereka berurusan dengan aparat hukum. Inilah sejumlah kasus yang mencuat:
Anggota DPRD Garut telah mengembalikan sebagian duit tunjangan yang diambil dari anggaran daerah. Tapi proses hukum jalan terus.
Indonesia telah kehilangan dana sekitar Rp 22 triliun (US$ 2,3 miliar) akibat korupsi yang dilakukan dalam tiga tahun terakhir.
Capres dari PDIP Megawati Soekarnoputri minta massa pendukungnya tidak mendesak dirinya melakukan politik uang dan korupsi, karena hal itu justru akan berdampak buruk terhadap jalannya pemerintahan.
Tim audit Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak jadi mengaudit laporan keuangan perusahaan umum Radio Republik Indonesia, berkaitan dengan adanya dugaan pengelembungan dana (mark up) sebesar Rp 45,61 miliar untuk pembelian peralatan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah mengabaikan instruksi Menteri Dalam Negeri untuk menunda pencairan dana purnabakti atau pesangon para anggota Dewan. Mereka menilai surat edaran Menteri Dalam Negeri tertanggal 24 Mei 2004 itu tidak mengikat dan tidak memiliki dasar hukum kuat, sementara dana pensiun sudah ada yang dicairkan.
Setelah gagal menelusuri keberadaan sisa tinta pada pemilihan umum legislatif lalu, Komisi Pemilihan Umum memutuskan untuk membeli sekitar 600 ribu botol tinta dengan harga mencapai Rp 11 miliar. Tinta ini digunakan untuk pemilihan presiden dan wakilnya pada 5 Juli 2004 mendatang.
Mahkamah Agung (MA) membentuk tim untuk memeriksa majelis hakim Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. Tim yang terdiri dari Hakim Agung I.B. Ngurah Adnyana dan Artidjo Alkostar serta Asisten Bidang Pengawasan dan Pembinaan MA Ansyahrul itu akan mulai bekerja pekan depan. Demikian dikatakan Abdul Rahman, Ketua Muda Pengawasan MA, kepada wartawan di Jakarta kemarin.
Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang gagal mengeksekusi Huzrin Hood, Bupati Kepulauan Riau non-aktif, karena yang bersangkutan tidak berada di rumahnya di Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau. Penasihat hukum Huzrin Hood menyatakan, kliennya pergi ke Jakarta karena sakit pada bagian dadanya dan saat ini dirawat di Paviliun Kartika RSPAD, Jakarta.