Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memastikan ada tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi PT Jamsostek yang diduga merugikan negara Rp 250 miliar.
Mafia peradilan. istilah itu, belakangan ini demikian santer terdengar. Terungkapnya sejumlah kasus, terakhir kasus suap di Mahkamah Agung (MA), membuktikan bahwa mafia itu masih ada.
Lembaga-lembaga yang sejatinya ditugasi mengawal peradilan, justru payah dan terkapar bujuk rayu, seperti MA. Dalam konteks itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) muncul dan berperan penting saat kepercayaan publik menurun pada Kejaksaan Agung, MA, dan kepolisian. Untuk melacak langkah-langkah yang dilakukan KPK mengikis mafia peradilan yang mengakar di institusi penegakan hukum kita, berikut wawancara Media dengan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki, di Jakarta, pekan lalu.
BANGKAI yang disimpan rapi akhirnya tercium juga. Bau busuk pun merebak ke mana-mana. Aroma memuakkan itu datang dari Markas Besar Korps Pengadilan, Mahkamah Agung (MA).
MENYIBAK mafia peradilan di Indonesia, ibarat mengurai benang kusut. Meskipun terjadi suap, jarang terungkap ke permukaan. Kecuali, pelaku suap itu tertangkap basah.
Kasus suap yang menyelimuti Mahkamah Agung (MA) menjadi bukti runtuhnya puncak gunung peradilan di Tanah Air. Apalagi menyeret nama besar seperti Ketua MA Bagir Manan dan dua hakim agung, Parman Suparman dan Usman Karim. Memang belum ada bukti keterlibatan mereka.
MAFIA pengadilan, sejak puluhan tahun memang sudah menjadi rahasia umum, ada tetapi tidak nyata. Tetapi belakangan ini, selaras dengan 'angin keterbukaan' yang semakin kencang bertiup di Tanah Air.
Sinyalemen mengenai mafia peradilan atau lain-lain tindakan terpuji bukanlah sesuatu yang mengada-ada. Walaupun sulit dibuktikan, ada asap tentu ada api.'' (Bagir Manan, Mahkamah Agung Quo Vadis? 2000)
PERISTIWA suap kepada petugas dan hakim di Mahkamah Agung yang terjadi akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena tersendiri. Suka tidak suka menjadikan posisi lembaga pengadilan semakin terpuruk di mata masyarakat.
KAMIS 29 September 2005, Pono Waluyo, seorang pegawai bagian kendaraan Mahkamah Agung (MA) ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tempat kediamannya.